SELAMAT DATANG DI WEBSITE PENDIDIKAN KIMIA SMK ASYIK BERSAMA TRI GOESEMA PUTRA SAHABAT TEKNOLOGI RIAU TAHUN 2023

Thursday, December 31, 2009

Kitab Waktu Shalat

 

Bab Ke-1: Waktu-waktu Shalat Dan Keutamaannya Serta Firman Allah Ta'ala, "Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman." (an-Nisaa': 103)

291. Ibnu Syihab mengatakan bahwa Umar bin Abdul Aziz pada suatu hari mengakhirkan shalat (dalam satu riwayat: suatu shalat Ashar 4/18) pada masa pemerintahannya (5/17). Lalu, masuklah ke tempatnya itu Urwah bin Zubair. Kemudian Urwah memberitahukan kepadanya bahwa al-Mughirah bin Syu'bah juga pernah pada suatu hari mengakhirkan shalatnya ketika ia sedang berada di Irak (dalam suatu riwayat: ketika ia menjadi Gubernur Kufah). Pada waktu itu masuklah ke tempatnya Abu Mas'ud (Uqbah bin Amr) al-Anshari (kakek Zaid bin Hasan yang turut perang Badar). Lalu, Abu Mas'ud berkata, "Apa-apaan ini wahai Mughirah? Bukankah telah Anda ketahui bahwa pada suatu hari Jibril a.s. datang kemudian shalat dan Rasulullah juga shalat. Lalu, ia datang lagi dan melakukan shalat lantas Rasulullah melakukannya pula. Kemudian ia shalat lagi dan Rasulullah melakukannya pula. Lalu, ia shalat lagi dan Rasulullah melakukannya pula. (Abu Mas'ud menghitung dengan jarinya lima kali shalat). Sesudah itu beliau saw. bersabda, 'Dengan lima kali shalat inilah aku diperintahkan.'"
Umar bin Abdul Aziz berkata kepada Urwah, "Ketahuilah apa yang Anda percakapkan itu (wahai Urwah). Adakah Anda meyakini bahwa Jibril itulah yang membacakan iqamah untuk Rasulullah pada saat telah tiba waktu shalat?" Urwah berkata, "Demikian itulah yang saya yakini, Basyir bin Abi Mas'ud memberitahukan hal itu dari ayahnya."

292. Urwah berkata, "Aku benar-benar telah diberitahu oleh Aisyah bahwa Rasulullah shalat Ashar pada waktu sinar matahari masih berada di dalam kamarnya sebelum ia muncul." (dalam satu riwayat: sebelum ia keluar dari dalam kamarnya.[1] Dalam riwayat lain: belum tampak kembalinya sesudah itu dari tempatnya [1/137]).

Bab Ke-2: Firman Allah Ta'ala, "Dengan kembali bertobat kepada Nya, dan bertakwalah kepada Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah." (ar-Ruum: 31)

(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian hadits Ibnu Abbas yang tercantum pada nomor 40 di muka.")

Bab Ke-3: Melakukan Bai'at untuk Melakukan Shalat

(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian dari hadits Jarir bin Abdullah yang tersebut pada nomor 41 di muka.")

Bab Ke-4: Shalat Adalah Kafarat (Penebus Dosa)

293. Hudzaifah r.a. berkata, "Kami duduk di sisi Umar r.a., lalu ia bertanya, 'Siapakah di antaramu yang hafal sabda Rasulullah tentang fitnah?' Saya menjawab, 'Saya (hafal 2/119) sebagaimana yang beliau sabdakan.' Ia berkata, 'Sesungguhnya kamu atas beliau atau atasnya (fitnah) sungguh berani, bagaimana? Saya berkata, 'Yaitu, fitnah seorang laki-laki pada istrinya, hartanya, anaknya, dan tetangganya. Fitnah itu dapat ditebus dengan shalat, puasa, sedekah, menyuruh berbuat kebaikan dan melarang dari keburukan.' Ia berkata, 'Bukan ini yang saya kehendaki. Tetapi, yang saya kehendaki ialah fitnah yang bergelombang sebagaimana bergelombangnya lautan.' Saya berkata, Tidak mengapa atasmu wahai Amirul Mu'minin, karena antara engkau dengannya ada pintu yang tertutup.' Umar berkata, 'Apakah perlu dipecahkan pintu itu atau dapat dibuka?' Saya berkata, 'Bahkan dipecahkan.' Ia berkata, 'Jika demikian, selamanya ia tidak tertutup.' Saya berkata, 'Ya.' Maka, para sahabat berkata kepada Masruq, Tanyakanlah kepada Hudzaifah (2/226), 'Apakah Umar mengetahui siapakah pintu itu? Ia berkata, 'Ya, sebagaimana saya ketahui malam ini bukan besok. Yaitu, bahwa saya menceritakan kepadanya hadits dengan tidak ada kesalahan-kesalahan. Maka, biarkanlah kami bertanya kepada Hudzaifah, 'Siapakah pintu itu?' Lalu kami perintahkan Masruq bertanya kepada Hudzaifah, 'Siapakah pintu itu?' (4/174). Saya menjawab, 'Umar.'"

294. Ibnu Mas'ud r.a. mengatakan bahwa seorang laki-laki mencium seorang wanita. Kemudian ia datang kepada Nabi saw. lalu ia memberitakannya. Kemudian Allah azza wa jalla menurunkan ayat, 'Aqimish Shalaata Tharafayin nahaari wazulafan minallaili innalhasanaati yudzhibnas sayyiaati, (dzaalika dzikraa lidzdzaakiriin 5/255) 'Dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bagian pada permulaan dari malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. (Yang demikian itu adalah peringatan bagi orang-orang yang mau ingat [5/2551)." Laki-laki itu berkata, 'Wahai Rasulullah, apakah ini untuk saya?" Beliau bersabda, "Untuk seluruh umatku." (Dan dalam satu riwayat, "Untuk orang yang mengamalkannya dari umatku.")

Bab Ke-5: Keutamaan Shalat pada Waktunya

295. Abdullah (bin Mas'ud) r.a. berkata, "Saya bertanya kepada Nabi, 'Apakah amal yang paling dicintai oleh Allah?' (Dalam satu riwayat: yang lebih utama 3/200) Beliau bersabda, 'Shalat pada waktunya' Saya bertanya, 'Kemudian apa lagi?' Beliau bersabda, 'Berbakti kepada kedua orang tua.' Saya bertanya, 'Kemudian apa lagi'? Beliau bersabda, 'Jihad (berjuang) di jalan Allah."' Ia berkata, "Beliau menceritakan kepadaku. (dalam satu riwayat: "Saya berdiam diri dari Rasulullah.") Seandainya saya meminta tambah, niscaya beliau menambahkannya."

Bab Ke-6: Shalat Lima Waktu Adalah Penebus Dosa

296. Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa ia mendengar Nabi saw. bersabda, "Bagaimana pendapatmu seandainya di depan pintu salah seorang di antara kamu ada sungai yang ia mandi lima kali tiap hari di dalamnya, apakah kamu katakan, 'Kotorannya masih tinggal?'" Mereka menjawab, "Kotorannya sedikit pun tidak bersisa." Beliau bersabda, "Itulah perumpamaan shalat yang lima waktu. Allah menghapus kesalahan-kesalahan dengannya."

Bab Ke-7: Menyia-nyiakan Shalat dari Waktunya

297. Az-Zuhri berkata, "Saya datang kepada Anas bin Malik di Damaskus, kebetulan ia sedang menangis. Lalu saya bertanya, 'Mengapa engkau menangis?' Ia menjawab, 'Saya tidak tahu lagi amal yang kudapati di masa Nabi yang masih diindahkan (dipedulikan) orang sekarang, selain shalat itu pun sudah disia-siakan orang.' (Di dalam riwayat lain: 'Kamu telah menyia nyiakan apa yang kamu sia siakan.)"

Bab Ke-8: Orang yang Shalat Itu Adalah Bermunajat (Berbicara Secara Langsung) kepada Tuhannya

Bab Ke-9: Menantikan Dingin untuk Shalat Zhuhur pada Waktu Hari Sangat Panas

298&299. Abu Hurairah dan Abdullah bin Umar menceritakan hadits yang diterima dari Rasulullah. Beliau saw. bersabda, "Apabila hari sangat terik, maka dirikanlah shalat zhuhur sewaktu (matahari) agak dingin sedikit. Karena, teriknya panas adalah berasal dari uap api neraka."

300. Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, "Neraka mengadu kepada Tuhannya seraya berkata, 'Wahai Tuhanku, sebagianku memakan sebagian yang lain.' Lalu Tuhan mengizinkannya dua napas, napas pada musim dingin dan napas pada musim panas. Yaitu, suhu yang kamu dapati sangat panas dan suhu yang kamu dapati sangat dingin."

301. Abu Sa'id berkata, "Rasulullah bersabda, 'Shalat zhuhurlah pada waktu panas sudah reda. Karena, sesungguhnya panas yang sangat terik itu dari uap neraka Jahannam.'"

Bab Ke-10: Menantikan Dingin untuk Shalat Zhuhur pada Waktu Bepergian

302. Abu Dzar al-Ghifari berkata, "Kami bersama Rasulullah dalam suatu perjalanan, lalu muadzin mau azan untuk shalat zhuhur. Kemudian Nabi bersabda, '(Tunggulah hingga) dingin.' ('Tunggulah hingga dingin.' Atau, beliau bersabda, 'Tunggulah, tunggulah!' 1/135). Kemudian muadzin itu mau azan lalu beliau bersabda, '(Tunggulah hingga) dingin.' (Kemudian muadzin hendak azan lagi, lalu beliau bersabda, 'Tunggulah hingga dingin.' 1/155), sehingga kami melihat bayang-bayang tumpukan tanah atau pasir. Nabi bersabda, 'Sesungguhnya panas yang amat sangat terik itu dari pengapnya Jahannam. Apabila udara sangat panas, maka shalatlah pada waktu panas itu reda.'"

Ibnu Abbas r.a. berkata, "Tatafayya-u sama dengan tatamayyalu."[2]

Bab Ke- 11: Waktu Shalat Zhuhur Adalah Ketika Matahari Condong ke Barat (Persis Setelah Tengah Hari)

Jabir berkata, "Nabi shalat zhuhur persis setelah tengah hari (begitu matahari condong di siang hari)."[3]

Bab Ke-12: Mengakhirkan Zhuhur Hingga Ashar

303. Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa Nabi saw shalat di Madinah tujuh rakaat [jama',1/140] dan delapan rakaat jama', yaitu zhuhur dan ashar, maghrib dan isya'. Ibnu Abbas berkata, 'Wahai Abu Sya'tsa'! Saya kira beliau memundurkan shalat zhuhur dan memajukan shalat ashar, dan memajukan shalat isya' dan memundurkan shalat maghrib." Abu Sya'tsa' menjawab, "Saya juga mengira begitu." (2/53). Ayub berkata, "Barangkali pada malam ketika turun hujan?" Jawabnya, "Mungkin saja."[4]

Bab Ke-13: Waktu Shalat Ashar

304. Sayyar bin Salamah berkata, "Saya datang bersama ayahku kepada Abu Barzah al-Islami. Lalu, ayahku berkata kepadanya, 'Ceritakanlah kepada kami (1/148) bagaimana cara Rasulullah melakukan shalat fardhu?' Abu Barzah berkata, 'Nabi melakukan shalat zhuhur yang Anda namakan dengan al-Uula 'shalat pertama' ialah ketika matahari tergelincir ke barat. Beliau shalat ashar, ketika salah seorang dari kami kembali dari perjalanannya ke ujung kota, sedangkan matahari masih terasa panasnya. (Sayyar lupa ucapannya tentang shalat maghrib). Nabi suka mengundurkan shalat isya' yang kamu namakan Atamah hingga sepertiga malam. Kemudian ia berkata, 'Hingga separuh malam.' Beliau tidak suka tidur sebelum shalat isya dan bercakap-cakap sesudahnya. Selesai shalat shubuh ketika seseorang telah mengenal orang yang duduk di sampingnya. Sedangkan, Nabi membaca dalam shalat itu sebanyak 60 ayat dalam dua rakaat atau salah satunya (dan dalam satu riwayat: antara 60 ayat sampai 100 ayat).'"

305. Abu Umamah berkata, "Kami shalat zhuhur bersama Umar bin Abdul Aziz. Kemudian kami pergi kepada Anas bin Malik. Tiba-tiba kami mendapatinya sedang mengerjakan shalat ashar. Aku bertanya kepadanya, 'Wahai Paman, shalat apa yang engkau lakukan?' Dia menjawab, 'Ashar, dan ini adalah (waktu) shalat Rasulullah yang kami biasa shalat dengannya.'"[5]

Bab Ke-14: Waktu Ashar

306. Anas bin Malik r.a. berkata, "Rasulullah shalat ashar ketika matahari masih tinggi dan belum berubah warna dan panasnya. Maka, pergilah orang-orang yang pergi (di antara kami) ke tempat-tempat tinggi. Ia datang kepada mereka dan matahari masih tinggi (dari suatu riwayat: ke Quba. Dari jalan periwayatan lain: ke perkampungan bani Amr bin Auf). Lalu, ia sampai kepada mereka, sedangkan matahari masih tinggi. Sebagian (riwayat mu'allaq[6] disebutkan jarak 8/153) tempat yang tinggi dari Madinah adalah empat mil atau sekitar itu."

Bab Ke-15: Dosa Orang yang (Sengaja) Mengabaikan Shalat Ashar
307. Ibnu Umar berkata bahwa Rasulullah bersabda, "Orang yang tertinggal oleh shalat ashar seolah-olah ia dirampas (kehilangan) keluarganya dan hartanya."
Abu Abdillah berkata, "Makna kata Yatirakum a'maalakum', 'Watarturrajula', apabila engkau membunuh buruannya atau merampas hartanya."

Bab Ke-16: Orang Yang Sengaja Meninggalkan Shalat Ashar

308. Abu Malih berkata, "Kami bersama-sama dengan Buraidah di dalam suatu peperangan pada hari yang berawan, lalu ia berkata, 'Segerakanlah shalat ashar, karena sesungguhnya Nabi bersabda, 'Barangsiapa yang meninggalkan shalat ashar, maka gugurlah amalnya.'"

Bab Ke-17: Keutaman Shalat Ashar

309. Jarir berkata, "Kami duduk-duduk pada suatu malam (6/48) bersama Nabi. Lalu, beliau pada suatu malam melihat bulan yakni bulan purnama (dalam satu riwayat: pada tanggal empat belas). Lalu beliau bersabda, '[Ingatlah 1/143], sesungguhnya kamu akan melihat Tuhanmu [dengan jelas 8/179[7]] sebagaimana kamu melihat bulan ini. Kamu tidak teraniaya (tidak lelah) dalam melihat-Nya. Jika kamu mampu untuk tidak kamu dikalahkan atas shalat sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya, maka kerjakanlah!' Kemudian Jarir membaca ayat, "Wasabbih bihamdi rabbika qabla thuluu'isy-syamsi waqablal ghuruubi 'Sucikanlah dengan memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya'."

310. Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah bersabda, "Silih bergantilah malaikat malam dan malaikat siang padamu. Mereka berkumpul pada shalat shubuh dan shalat ashar. Kemudian naiklah [kepadaNya 4/81] malaikat yang telah berjaga malam padamu. Lalu Dia menanyakan kepada mereka, dan Dia lebih tahu tentang mereka, 'Bagaimana kamu tinggalkan hamba-hamba-Ku?' Mereka menjawab, 'Kami tinggalkan mereka dan mereka sedang shalat, dan kami datang kepada mereka dan mereka sedang shalat'."

Bab Ke-18: Orang Yang Mendapatkan Satu Rakaat Shalat Ashar Sebelum Matahari Terbenam

311. Abu Hurairah berkata, "Rasulullah bersabda, 'Apabila salah seorang di antara kamu mendapatkan satu sujud (satu rakaat) dari shalat ashar sebelum matahari terbenam, maka hendaklah ia menyempurnakan shalatnya. Dan apabila ia mendapatkan satu sujud (satu rakaat) dari shalat shubuh sebelum matahari terbit, maka hendaklah ia menyempurnakan shalatnya.'"

312. Dari Abdullah (bin Umar) bahwa ia mendengar Rasulullah (sambil berdiri di atas mimbar 8/191) bersabda, 'Tetapmu (masamu/waktumu) dibandingkan dengan umat-umat yang telah lalu sebelummu adalah seperti masa antara shalat ashar sampai matahari terbenam. Taurat diberikan kepada ahli Taurat, lalu mereka mengamalkannya. Sehingga, ketika sampai tengah hari, mereka lemah, lalu mereka diberi satu qirath-satu qirath (satu bagian-satu bagian dari pahala). Kemudian Injil diberikan kepada ahli Injil. Lalu, mereka mengamalkannya sampai shalat ashar, kemudian mereka lemah, lalu mereka diberi satu qirath-satu qirath. Kemudian kita diberi Al-Qur'an, lalu kita mengamalkan sampai terbenamnya matahari, maka kita diberi dua qirath-dua qirath. Kedua Ahli Kitab (Taurat dan Injil) berkata, 'Wahai Tuhan kami, Engkau berikan kepada mereka (ahli Al-Qur'an) dua qirath-dua qirath dan Engkau berikan kepada kami satu qirath-satu qirath, padahal kami lebih banyak amalnya'."
Dalam satu riwayat Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya ajalmu dibandingkan dengan ajal umat-umat sebelum kamu adalah seperti waktu antara shalat ashar dan terbenamnya matahari. Perumpamaan kamu dengan kaum Yahudi dan Nasrani adalah bagaikan seseorang yang mempekerjakan beberapa orang karyawan. Lalu, ia berkata kepada para karyawan itu, 'Siapakah yang mau bekerja untukku [dari pagi 3/94] hingga tengah hari dengan mendapat upah satu qirath-satu qirath?' Lalu kaum Yahudi bekerja hingga tengah hari dengan mendapat upah masing-masing orang satu qirath. Kemudian orang itu berkata lagi, 'Siapakah yang mau bekerja untukku dari tengah hari hingga waktu shalat Ashar dengan mendapat upah masing-masing orang satu qirath?' Lalu kaum Nasrani bekerja sejak tengah hari hingga waktu ashar dengan mendapat upah masing-masing satu qirath. Kemudian orang itu berkata lagi, 'Siapakah yang mau bekerja untukku sejak waktu ashar hingga terbenamnya matahari dengan mendapat upah masing-masing dua qirath?' Maka, kamulah orang-orang yang bekerja dari waktu shalat ashar hingga terbenamnya matahari dengan mendapat pahala dua qirath-dua qirath.'"
Allah berfirman, 'Ketahuilah! Kamu mendapatkan pahala dua kali lipat.' Maka, orang-orang Yahudi dan Nasrani marah seraya berkata, 'Bagaimana bisa terjadi, kita lebih banyak amalnya tetapi lebih sedikit pahalanya?' Allah berfirman, 'Apakah Aku menganiaya terhadap pahalamu barang sedikit?' Mereka menjawab, 'Tidak.' Allah berfirman, 'Itu adalah karunia Ku, Aku berikan kepada siapa yang Aku kehendaki.'"

Bab Ke-19: Waktu Shalat Maghrib

Atha' berkata, "Orang yang sakit boleh menjama' shalat maghrib dan isya'."[8]

313. Rafi' bin Khadij berkata, "Kami shalat maghrib bersama Nabi, lalu seorang di antara kami pergi, dan sesungguhnya dia masih dapat melihat jatuhnya anak panahnya."

314. Muhammad bin Amr bin Hasan bin Ali berkata, "Hajjaj datang, lalu kami bertanya kepada Jabir bin Abdullah (tentang shalat Nabi 1/141). Kemudian dia berkata, 'Nabi shalat zhuhur pada tengah hari setelah tergelincirnya matahari, shalat ashar di kala matahari bersih (terang sinarnya), shalat maghrib ketika matahari terbenam, lalu shalat isya. Kadang-kadang bila beliau melihat mereka telah berkumpul, maka beliau menyegerakan shalat. Apabila mereka lambat-lambat, maka beliau akhirkan. Mereka atau Nabi shalat shubuh di remang-remang akhir malam."

315. Salamah berkata, "Kami shalat maghrib bersama Nabi apabila matahari telah tertutup oleh tabir (yakni sewaktu matahari telah hilang dari horison)."

Bab Ke-20: Orang yang Tidak Senang Jika Maghrib Diberi Nama Isya

316. Abdullah al-Muzani mengatakan bahwa Nabi saw bersabda, "Janganlah orang-orang Arab dusun mengalahkan kamu atas penamaan shalat maghribmu." Beliau berkata, "Orang-orang Arab dusun itu menyebut shalat maghrib dengan Isya."

Bab Ke-21: Menyebut Isya dan Atamah Serta Orang yang Berpendapat bahwa Isya Itu Luas Waktunya

Abu Hurairah berkata dari Nabi saw., "Shalat yang paling berat bagi orang-orang munafik adalah (shalat) isya' dan fajar." Beliau bersabda pula, "Andaikata mereka mengetahui betapa besar pahala (shalat-shalat) Atamah (isya) dan fajar, (maka mereka akan mendatanginya meskipun harus merangkak)."[9]

Abu Abdullah berkata, "Yang terpilih (yakni yang terbaik) hendaklah disebut shalat isya, karena Allah Ta'ala berfirman, 'Dan sesudah shalat isya'.'"

Disebutkan dari Abu Musa, "Kita semua bergiliran untuk shalat isya dengan Nabi, maka beliau sering melambatkan waktu mengerjakan shalat itu (yakni mengakhirkan dari awal waktunya)."[10]

Ibnu Abbas dan Aisyah berkata, "Nabi mengakhirkan waktunya untuk mengerjakan shalat isya." Sebagian sahabat berkata dari Aisyah, "Nabi mengkhirkan waktu dalam mengerjakan shalat Atamah."[11]

Jabir berkata, "Nabi mengerjakan shalat isya."[12]

Abu Barzah berkata, "Nabi sering mengakhirkan shalat isya."[13]

Anas berkata, "Nabi mengakhirkan shalat isya pada bagian waktu yang akhir."[14]

Ibnu Umar, Abu Ayyub, dan Ibnu Abbas berkata, "Nabi mengerjakan shalat maghrib dan isya."[15]

(Saya [al-Albani] berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Umar yang disebutkan pada nomor 79 di muka.")

Bab Ke-22: Waktu Shalat Isya' Apabila Orang Banyak Sudah Berkumpul atau Mereka Terlambat Berkumpulnya

(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Jabir yang sudah disebutkan pada nomor 214.")

Bab Ke-23: Keutamaan Shalat Isya

317. Urwah mengatakan bahwa Aisyah memberitahukan kepadanya. Ia berkata, "Pada suatu malam Rasulullah melambatkan shalat isya, hal itu terjadi sebelum Islam tersiar. Beliau tidak keluar sehingga Umar mengatakan, 'Shalat ...! (Sesungguhnya 1/209) orang-orang wanita dan anak-anak telah tidur!' Lalu beliau keluar dan bersabda kepada ahli masjid, 'Tidak ada seseorang pun dari penduduk bumi yang menantikan shalat Isya selain kamu.'" [Kata Urwah, "Pada waktu itu tidak dilakukan shalat kecuali di Madinah. Mereka mengerjakan shalat isya antara terbenamnya mega merah hingga sepertiga malam yang pertama."]

318. Abu Musa berkata, "Saya dan teman-teman yang datang bersamaku dalam perahu singgah di daerah Buthhan, sedang Nabi di Madinah. Sekelompok dari mereka silih berganti datang kepada Nabi ketika shalat Isya. Kami bersepakat dengan Nabi, yakni saya dan teman-teman saya. Namun, beliau mempunyai kesibukan, maka beliau melambatkan shalat, sehingga tengah malam. Kemudian Nabi keluar, lalu beliau shalat dengan mereka. Ketika beliau telah selesai menunaikan shalat, beliau bersabda kepada orang-orang yang datang kepada beliau, 'Perlahan-lahanlah, berilah kabar gembira, sesungguhnya sebagian dari nikmat Allah atasmu adalah tidak seorang pun dari manusia yang shalat pada saat itu selain kamu.'" Atau beliau bersabda, "Tidak shalat di saat ini selain kamu." Ia tidak tahu manakah di antara dua kalimat itu yang beliau sabdakan. Abu Musa berkata, "Maka, kami kembali dengan riang gembira karena apa yang telah kami dengar dari Rasulullah itu."

Bab Ke-24: Tidak Disukai Tidur Sebelum Shalat Isya

(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abi Barzah yang tercantum pada nomor 304 di muka.")

Bab Ke-25: Tidur Sebelum Mengerjakan Shalat Isya bagi Orang yang Terlelap

319. Abdullah bin Umar mengatakan bahwa Rasulullah disibukkan oleh suatu urusan dan terlambat shalat isya. Sehingga, kami tidur di masjid kemudian bangun, kemudian tertidur kemudian bangun lagi.[16] Sesudah itu Rasulullah datang kepada kami, kemudian beliau bersabda, 'Tidak seorang pun penduduk bumi yang menantikan shalat selain kamu semua." Ibnu Umar tidak peduli, apakah melakukan shalat pada saat permulaannya atau pada akhir waktunya, kecuali dia khawatir tidur lelap sehingga dia melalaikan shalat, dan dia sering tidur sebelum isya.

320. Ibnu Abbas berkata, "Pada suatu malam Rasulullah terlambat melakukan shalat isya sehingga jamaah (yang menunggu beliau) tertidur, kemudian mereka bangun, tertidur dan bangun kembali. Maka, berdirilah Umar ibnul Khaththab, kemudian dia berkata, 'Shalat! [Wahai Rasulullah, orang-orang wanita dan anak-anak sudah tidur!' 8/131]." Ibnu Abbas berkata, "Maka, datanglah Nabi seperti masih kelihatan olehku sekarang sedang kepala beliau meneteskan air, dan beliau meletakkan tangannya di atas kepalanya [mengusap kepala dari samping] dan bersabda, 'Kalau tidak akan memberatkan bagi umatku, akan kuperintahkan mereka melakukan shalat isya pada waktu begini.'"

Saya bertanya kepada Atha', "Bagaimana cara Nabi meletakkan tangan di atas kepala sebagaimana yang diberitahukan oleh Ibnu Abbas?" Kemudian Atha' merenggangkan jari-jarinya kepadaku (perawi), lalu meletakkan ujung jari-jarinya di atas tanduk kepala lalu merapatkannya. Kemudian menjalankannya di atas kepala, sehingga ibu jarinya menyentuh ujung telinga pada pelipis dan janggut. Dia tidak pelan-pelan dan tidak juga tergopoh-gopoh dalam melakukannya, melainkan seperti itu. Nabi bersabda, "Seandainya tidak karena memberatkan umatku, niscaya aku perintahkan mereka melakukan shalat (isya) pada waktu demikian ini." (Dan dalam riwayat lain: "Sesungguhnya inilah waktunya (yang terbaik) seandainya tidak memberatkan umatku.")

Bab Ke-26: Waktu Isya Sampai Pertengahan Malam

Abu Barzah berkata, "Nabi senang mengakhirkannya."[17]

(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Anas yang akan datang pada "10 - AZAN / 36 - BAB".)

Bab Ke-27: Keutamaan Shalat Fajar (Subuh)

321. Abu Musa mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, "Barangsiapa yang shalat pada dua waktu dingin (Subuh dan ashar), maka ia masuk surga."

Bab Ke-28: Waktu Shalat Fajar (Yakni Subuh)

322. Dari Anas bin Malik (dan dalam satu riwayat darinya bahwa Zaid bin Tsabit bercerita kepadanya) bahwa Nabiyullah dan Zaid bin Tsabit[18] makan sahur bersama. Tatkala keduanya telah selesai sahur, Nabi berdiri pergi shalat, maka shalatlah beliau. Aku bertanya kepada Anas, "Berapa lama antara keduanya selesai makan sahur dan mulai shalat?" Anas berkata, "Sekitar (membaca) lima puluh ayat"

323. Sahl bin Sa'ad berkata, "Saya pernah makan sahur dengan keluarga ku, kemudian saya bergegas agar mendapatkan shalat fajar (dalam satu riwayat: Kemudian saya bergegas untuk mendapatkan sujud) bersama Rasulullah."

Bab Ke-29: Orang yang Mendapatkan Satu Rakaat Shalat Fajar (Subuh)

(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abu Hurairah yang tersebut pada nomor 311 di muka.")

Bab Ke-30: Orang yang Mendapatkan Satu Rakaat dari Suatu Shalat

324. Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, "Barangsiapa mendapatkan satu rakaat dari suatu shalat (pada waktunya), maka dia telah mendapatkan shalat itu."

Bab Ke-31: Shalat Sesudah Mengerjakan Shalat Fajar Sehingga Matahari Tampak Agak Tinggi

325. Ibnu Abbas berkata, "Datanglah orang-orang yang diridhai-dan yang paling saya sukai adalah Umar-bahwa Nabi melarang shalat sesudah subuh sehingga matahari bersinar, dan sesudah ashar sehingga matahari tenggelam."[19]

326. Ibnu Umar berkata, "Rasulullah bersabda, 'Janganlah kamu sengaja untuk shalat pada waktu tepat terbitnya matahari dan juga terbenamnya. [Karena ia terbit dari kedua tanduk setan, atau asy-syaithan. Saya tidak tahu yang mana yang dikatakan oleh Hisyam 4/92]. (Dari jalan lain dari Ibnu Umar: Saya mendengar Nabi melarang shalat tepat pada waktu terbitnya matahari dan pada waktu terbenamnya 2/166).

327. Ibnu Umar berkata, "Rasulullah bersabda, 'Apabila sinar matahari terbit, maka akhirkanlah shalat sehingga matahari naik (dalam satu riwayat: hingga muncul 4/92). Dan, apabila sinar matahan tenggelam, maka akhirkanlah shalat sehingga matahari terbenam."

328. Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah melarang dari dua cara jual-beli, dua cara berpakaian, shalat sesudah shalat subuh sampai matahari terbit, dan sesudah shalat ashar sampai matahari tenggelam. Beliau juga melarang melingkupkan selembar pakaian [dengan tidak ada kain di salah satu lambungnya 7/42][20] dan ber-ihtiba' (yakni duduk dengan mengenakan pakaian sempit sambil melingkarkan jari-jari dari kedua tangan kanan dan kirinya) dalam secarik kain sehingga kemaluannya ditampak-tampakkan ke (dalam satu riwayat: yang tidak ada pakaian yang menutup antara kemaluannya dengan 7/41) langit. Beliau juga melarang jual-beli perasan anggur yang akan dibuat minuman keras, dan melarang jual-beli dengan cara mulamasah. Yakni, menjual sesuatu dalam keadaan dilipat atau di tempat gelap. Sehingga, tidak dapat diketahui cacat tidaknya benda yang diperjualbelikan dan dengan syarat tidak boleh dikembalikan olek pembeli, sekalipun jelas ada cacatnya."

Bab Ke-32: Tidak Boleh Menyengaja Shalat Sebelum Terbenamnya Matahari

329. Muawiyah berkata, "Sesungguhnya kamu melakukan suatu shalat. Kami telah menemani Rasulullah, maka kami tidak pernah melihat beliau melakukan shalat yang beliau telah melarang melakukannya,[21] yakni dua rakaat sesudah shalat ashar."

Bab Ke-33: Orang yang Tidak Memakruhkan Shalat Kecuali Sesudah Ashar dan Subuh (Diriwayatkan oleh Umar, Ibnu Umar, Abu Sa'id, dan Abu Hurairah)[22]

330. Ibnu Umar r.a. berkata, "Saya shalat sebagaimana saya melihat sahabat-sahabatku shalat. Saya tidak melarang seorang pun untuk mengerjakan shalat, baik pada waktu malam maupun siang, menurut apa yang dikehendaki olehnya. Kecuali, pada waktu terbitnya matahari dan terbenamnya."

Bab Ke-34: Mendirikan Shalat-Shalat yang Terlalaikan dan Semacamnya Setelah Shalat Ashar

Kuraib berkata dari Ummu Salamah, "Nabi shalat dua rakaat sesudah shalat ashar, kemudian beliau bersabda, 'Orang-orang dari suku Abdul Qais telah membuatku sibuk yang menyebabkanku terhalang melakukan shalat dua rakaat sesudah zhuhur.'"[23]

331. Aiman mendengar Aisyah berkata, "Demi Zat yang telah mewafatkan Nabi, beliau tidak meninggalkan kedua rakaat itu sehingga beliau bertemu dengan Allah ta'ala, dan beliau tidak bertemu Allah (wafat) sehingga beliau repot terhadap shalat. Beliau banyak melakukan shalat dengan duduk, yakni shalat dua rakaat sesudah ashar. Nabi biasa melakukan shalat itu. Hanya saja beliau tidak melakukannya di masjid karena takut memberatkan umat beliau. Karena beliau menyukai keringanan bagi mereka.'"[24]

Pada jalan kedua dari Aisyah, ia berkata, "Rasulullah tidak pernah meninggalkan shalat dua rakaat secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, yaitu dua rakaat sebelum shalat subuh dan dua rakaat sesudah ashar."

Dari dua jalan lain dari Aisyah, ia berkata, "Nabi tidak pernah datang kepadaku pada suatu hari sesudah Ashar, melainkan beliau shalat dua rakaat."

Bab Ke-35: Mengawalkan Waktu untuk Mengerjakan Shalat pada Hari yang Berawan (Mendung)

(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abul Malih yang tersebut pada nomor 308 di muka.")

Bab Ke-36: Berazan Setelah Habis Waktu Shalat

332. Abu Qatadah r.a. berkata, "Pada suatu malam kami berjalan bersama Nabi, lalu sebagian kaum berkata, 'Alangkah senangnya seandainya engkau singgah di malam hari di tempat kami wahai Rasulullah.' Beliau bersabda, 'Saya khawatir kamu tertidur dari shalat' Bilal berkata, 'Saya akan membangunkan kalian.' Lalu mereka berbaring, dan Bilal menyandarkan punggungnya ke kendaraannya. Lalu, kedua matanya mengantuk, kemudian ia tertidur. Kemudian Nabi saw bangun padahal matahari telah terbit, lalu beliau bersabda, 'Wahai Bilal, mana yang kamu katakan?' Ia menjawab, 'Saya tak pernah tidur seperti itu.' Beliau bersabda, 'Sesungguhnya Allah menahan ruh kamu ketika Dia menghendaki, dan mengembalikannya ketika Dia menghendaki. Hai Bilal, berdirilah dan berazanlah untuk memanggil manusia buat mengerjakan shalat.' Lalu beliau berwudhu. (Dan dalam satu riwayat: Lalu mereka menunaikan hajat dan berwudhu hingga matahari terbit 8/ 192). Ketika matahari naik dan putih, beliau berdiri lalu melakukan shalat.'"

Bab Ke-37: Orang yang Shalat Berjamaah dengan Orang Banyak Sesudah Habis Waktu Shalat

333. Jabir bin Abdullah mengatakan bahwa Umar ibnul Khaththab datang pada hari (Perang) Khandaq setelah matahari terbenam. Lalu, ia mencaci maki orang-orang kafir Quraisy [dan 5/48] berkata, "Wahai Rasulullah, saya hampir tidak shalat ashar sampai matahari terbenam." Nabi saw bersabda, "Demi Allah, saya juga belum shalat ashar." Lalu kami ke Buth-han. Kemudian beliau berwudhu untuk shalat, dan kami juga berwudhu untuk shalat. Kemudian beliau melakukan shalat ashar setelah matahari terbenam. Lalu, beliau mengerjakan shalat maghrib sesudah itu."

Bab Ke-38: Orang yang Lupa Terhadap Suatu Shalat, Maka Hendaklah Ia Melakukan Shalat Itu Sesudah Ia Ingat, dan Tidak Perlu Mengulangi Kecuali Shalat yang Dilupakan Itu

Ibrahim berkata, "Barangsiapa yang meninggalkan satu kali shalat selama dua puluh tahun, maka ia tidak perlu mengulangi kecuali satu shalat itu saja."[25]

334. Dari Anas dari Nabi saw., beliau bersabda, "Barangsiapa yang lupa shalat, maka hendaklah ia shalat ketika ia ingat, tidak ada tebusannya kecuali itu." ("Dan dirikanlah shalat untuk mengingat Ku."). (Dan dalam satu riwayat: Lidz-dzikraa 'untuk mengingat').[26]

Bab Ke-39: Mengqadha Beberapa Shalat, yang Terdahulu Lalu Yang Dahulu Lagi (Yakni Tertib Menurut Urutannya)

(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Jabir di muka.")

Bab Ke-40: Tidak Disukai Bercakap-cakap Sesudah Shalat Isya

(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abu Barzah yang disebutkan pada nomor 304 di muka.")

Bab Ke-41: Barcakap-cakap dalam Hal Fiqih (Ihnu Pengetahuan) dan Hal yang Berupa Kebaikan Sesudah Shalat Isya

Bab Ke-42: Bercakap-cakap di Waktu Malam dengan Tamu dan Keluarga

(Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abdur Rahman bin Abu Bakar ash-Shiddiq yang tercantum pada "AL-MANAKIB/ 25-BAB")

Catatan Kaki:

[1] Tambahan ini diriwayatkan secara mu'allaq oleh penyusun (Imam Bukhari) rahimahullah dengan redaksi yang memastikan, dan di-maushul-kan oleh al-Ismaili di dalam Mustakhraj-nya dengan lafal, "Wasysyamsu waaqi'atun fi hujrii 'dan sinar matahari masih ada di dalam kamarku'." Saya berkata, "Ia di-maushul-kan pula oleh Ahmad (6/204) dengan lafal ini, dan sanadnya menurut Bukhari dan Muslim. Dan yang dimaksud dengan kamar ialah rumah, dan yang dimaksud dengan asyiyams 'matahari' ialah sinarnya."

[2] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Hatim di dalam tafsirnya.

[3] Penyusun memaushulkannya di sini setelah tujuh bab.

[4] Saya katakan bahwa Mat 'alasan' dilakukannya jama' ini adalah untuk menghilangkan kesulitan dari umat, sebagaimana komentar Said bin Jubair pada akhir hadits itu, "Saya bertanya kepada Ibnu Abbas, 'Untuk apa beliau berbuat begitu?' Jawabnya, 'Agar tidak menyulitkan umatnya.'" (Diriwayatkan oleh Muslim, 2/152).

[5] Silakan periksa hadits Rafi' bin Khadij dalam Ta'jiilu Shalatil Ashri pada 47-Asy-Syirkah 11-BAB. Karena ini termasuk hadits-hadits yang tidak dibawakan oleh penyusun.

[6] Di-maushul-kan oleh Baihaqi, tetapi di dalam sanadnya terdapat Abdullah bin Shalih. Sedang pada dirinya terdapat kelemahan dari segi hafalannya.

[7] Tambahan ini juga diriwayatkan oleh Thabrani dalam al Mu'jamul Kabir (1/107/2) dari jalan periwayatan penyusun (Imam Bukhari), kemudian dia berkata, "Abu Syihab bersendirian dengan riwayat ini, dan dia adalah seorang hafizh yang teliti, termasuk orang muslim yang tepercaya."

[8] Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq di dalam Mushannaf-nya dari Ibnu Juraij dari Atha'. Dengan atsar ini beliau mengisyaratkan bahwa waktu maghrib itu ialah hingga menjelang memasuki waktu isya. Sebab, kalau waktu maghrib itu sempit, niscaya akan terpisah dari waktu isya. (al-Fath).

[9] Kedua riwayat ini adalah bagian dari hadits Abu Hurairah yang dimaushulkan oleh Imam Bukhari pada "KITAB AZAN". Adapun yang pertama dimaushulkannya pada "34 - BAB", dan yang kedua pada "9 - BAB".

[10] Di-maushul-kan oleh penyusun dalam bab sesudah ini nanti secara panjang.

[11] Hadits Ibnu Abbas di-maushul-kan oleh penyusun pada "24 - BAB", sedang hadits Aisyah di-maushulkannya pada bab berikut ini.

[12] Ini adalah bagian dari hadits Jabir, dan telah disebutkan secara maushul pada dua bab sebelumnya.

[13] Ini adalah bagian dari hadits Abu Barzah yang telah disebutkan dengan lengkap secara maushul pada "12 - BAB".

[14] Ini adalah bagian dari hadits yang disebutkan pada "10 - AZAN 120 - BAB"

[15] Hadits Ibnu Umar dan Abu Ayyub dimaushulkan oleh penyusun pada "25 -AL-HAJJ 97 - BAB", sedang hadits Ibnu Abbas di-maushul-kan pada "11- BAB" di muka.

[16] Saya (al-Albani) katakan bahwa ini adalah dalil bagi orang yang berpendapat bahwa tidur tidak membatalkan wudhu. Pendapat ini dijawab dengan jawaban yang masih perlu didiskusikan. Menurut lahirnya, peristiwa ini terjadi sebelum diwajibkannya berwudhu karena tidur. Akan tetapi, terdapat riwayat yang sahih dari para sahabat bahwa mereka pernah tidur mendengkur, kemudian setelah itu melakukan shalat dengan tidak berwudhu lagi. Pendapat ini tidak dapat diberi jawaban lagi kecuali dengan apa yang kami sebutkan tadi.

[17] Ini adalah bagian dari hadits Abu Barzah yang disebutkan pada nomor 300.

[18] Perbedaan antara kedua riwayat itu ialah bahwa hadits yang pertama itu dari Musnad Anas, sedang yang kedua dari Musnad Zaid. Al-Hafizh mengkompromikan antara kedua riwayat itu bahwa Anas menghadiri peristiwa itu, akan tetapi ia tidak makan sahur bersama mereka (Nabi dan Anas). Kemudian al-Hafizh menyebutkan hadits yang menyebutkan peristiwa itu dengan jelas. Silakan periksa jika Anda mau.

[19] Ketahuilah bahwa hadits ini dan yang semacarnnya tidaklah bersifat umum, melainkan dengan qayid 'ketentuan' apabila matahari tidak jernih lagi, yakni kuning, mengingat hadits Ali yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan lainnya yang sudah saya takhrij dalam Ash-Shahihah (200). Oleh karena itu, tidak benar pendapat yang memakruhkan dua rakaat sesudah shalat Ashar, khususnya yang dilakukan Rasulullah.

[20] Yakni, tanpa ada pakaian lain sehingga auratnya kelihatan.

[21] Sesungguhnya Aisyah r.a. pernah melihat beliau melakukannya sebagaimana akan disebutkan pada bab berikutnya, dan orang yang menjadikannya hujjah atas orang yang tidak mengerjakannya, yaitu orang-orang yang dilihat Muawiyah melakukan shalat. Perkataan Muawiyah, "Sedangkan beliau telah melarangnya", barangkali yang dimaksud adalah larangan secara umum sebagaimana disebutkan dalam hadits Umar dan lain-lainnya di muka, sedang Anda pun telah mengetahui jawabannya.

[22] Menunjuk kepada hadits Umar yang telah disebutkan pada nomor 325, hadits Ibnu Umar pada nomor 326-327, dan hadits Abu Hurairah nomor 328. Sedangkan, hadits Abu Sa'id akan disebutkan pada "30- ASH-SHAUM/67-BAB".

[23] Di-maushul-kan oleh penyusun pada (22 - AS-SAHWI / 9 - BAB), dan tersebut dalam al Musnad (6/300, 302, 309, dan 315) dari beberapa jalan lain dari Ummu Salamah, dan dalam sebagian riwayatnya ia berkata, "Maka saya bertanya, 'Wahai Rasulullah, apakah boleh kami meng-qadha-nya apabila kami terluput melakukannya?' Beliau menjawab, 'Tidak'." Akan tetapi isnadnya dhaif dilihat dari semua segi sebagaimana sudah saya jelaskan dalam catatan saya terhadap kitab "Subulus-Salam" 1/181.

[24] Akan disebutkan pada "25-AL-HAJJ/73-BAB" dari dua jalan lain dari Aisyah.

[25] Di-maushul-kan oleh an-Nawawi di dalam "Jami'ah" dari Manshur dan lainnya dari Ibrahim sebagaimana disebutkan dalam "al-Fath". Riwayat ini sahih isnadnya.

[26] Pada asalnya adalah "li dzikri", maka yang "lidz-dzikraa" itu adalah keliru.

Sumber: Ringkasan Shahih Bukhari - M. Nashiruddin Al-Albani - Gema Insani Press

Read More

My Children

Hana Putri Amalia

Luthfi Aldrie rasyid

Falisha mahrin apyuri

Hana Putri Amalia

Luthfi Aldrie rasyid

Falisha mahrin apyuri

Hana Putri Amalia

Luthfi Aldrie Rasyid

Falisha Mahrin Apyuri

Hana Putri Amalia

Luthfi Aldrie Rasyid

Falisha Mahrin Apyuri

Hana Putri Amalia

Luthfi Aldrie Rasyid

Falisha Mahrin Apyuri

Hana Putri Amalia

Luthfi Aldrie Rasyid

Falisha Mahrin Apyuri

Hana Putri Amalia

Luthfi Aldrie Rasyid

Falisha Mahrin Apyuri

Hana Putri Amalia

Luthfi Aldrie Rasyid

Falisha Mahrin Apyuri

Hana Putri Amalia

Luthfi Aldrie Rasyid

Falisha Mahrin Apyuri

Hana Putri Amalia

Luthfi Aldrie Rasyid

Falisha Mahrin Apyuri

Hana Putri Amalia

Luthfi Aldrie Rasyid

Falisha Mahrin Apyuri

Hana Putri Amalia

Luthfi Aldrie Rasyid

Falisha Mahrin Apyuri

Read More

Sunday, December 27, 2009

Kitab Tayamum

 

Bab Ke-1: Firman Allah Ta'ala, "...lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu...." (al-Maa'idah: 6)


185. Aisyah istri Nabi Muhammad saw berkata, "Kami keluar bersama Rasulullah saw dalam sebagian perjalanan-perjalanan beliau, sehingga ketika kami di Baida' atau di Dzatul Jaisy [ketika kami memasuki Madinah, 5/ 187], terputuslah kalungku [lalu Rasulullah saw menderumkan untanya dan turun]. Rasulullah saw berkenan mencarinya dan orang-orang menyertai (mengikuti) beliau. Mereka tidak di tempat yang ada air [dan mereka tidak membawa air, 4/ 195], [lalu beliau meletakkan kepala beliau di pangkuanku untuk tidur]. Orang-orang lalu datang kepada Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. dengan berkata, 'Tidaklah engkau lihat apa yang diperbuat oleh Aisyah kepada Rasulullah saw dan orang banyak? Mereka tidak di (tempat yang ada) air dan mereka tidak mempunyai air.' Abu Bakar lalu datang kepada Rasulullah saw. yang sedang tidur dengan meletakkan kepalanya atas pahaku. Abu Bakar berkata, 'Kamu menahan Rasulullah saw. dan orang-orang, sedangkan mereka tidak di (tempat yang ada) air dan mereka tidak memiliki air.' Abu Bakar memarahiku dan ia mengatakan apa yang dikehendaki Allah untuk diucapkan olehnya. Ia mulai memukulku dengan tangannya pada lambung aku. (Dalam satu riwayat: dan dia meninjuku dengan keras seraya berkata, 'Engkau telah menahan orang banyak gara-gara seuntai kalung?!' Mati aku, karena keberadaan Rasulullah saw yang demikian itu menyakitkanku) dan aku terhalang untuk bergerak karena Rasulullah masih tidur di pahaku. Rasulullah saw bangun ketika (dan dalam satu riwayat: lalu Rasulullah saw tidur hingga) masuk waktu subuh tanpa ada air. Selanjutnya, Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat tayamum dan mereka pun bertayamum. Usaid bin Hudhair berkata, 'Apakah permulaan berkahmu, wahai keluarga Abu Bakar?' Aku (Aisyah) berkata, 'Kami mencari unta yang dahulu kami di atasnya. Kami menemukan kalung itu di bawahnya.' (Dan dari jalan lain dari Aisyah bahwa dia meminjam kalung kepada Asma', lalu kalung itu hilang, lalu Rasulullah saw menyuruh seseorang [untuk mencarinya, 7/54], kemudian orang itu menemukannya, kemudian datang waktu shalat, sedangkan mereka tidak membawa air. Shalatlah mereka [dengan tanpa berwudhu, 4/220]. Mereka lalu melaporkan hal itu kepada Rasulullah saw., lalu turun ayat tentang tayamum. Usaid bin Hudhair berkata kepadaku (Aisyah), 'Mudah-mudahan Allah memberi balasan yang baik kepadamu. Demi Allah, tidaklah terjadi padamu sesuatu yang sama sekali tidak engkau sukai, melainkan Allah menjadikan untukmu [jalan keluar darinya], dan [menjadikan] padanya kebaikan bagi kaum muslimin (dalam satu riwayat: berkah).'"


186. Jabir bin Abdillah r.a. berkata bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda, "Aku diberi lima hal yang tidak diberikan kepada seorang [nabi] pun sebelumku. Aku ditolong dengan ditimbulkan ketakutan (kepada musuh) dari jarak satu bulan, dijadikan Nya bumi bagiku sebagai masjid (tempat shalat) dan suci. Siapa pun dari umatku masuk waktu shalat, hendaklah ia shalat; dihalalkan Nya rampasan perang bagiku, padahal rampasan itu tidak halal bagi seorang pun sebelumku; aku diberi syafaat, dan nabi (selain aku) diutus khusus kepada kaumnya saja, sedangkan aku diutus kepada manusia pada secara umum (dalam satu riwayat: keseluruhan)."

 


Bab Ke-2: Apabila Seseorang Tidak Menemukan Air dan Debu (Untuk Tayamum)
 

(Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Aisyah yang tersebut sebelumnya dari jalan lain.")

 


Bab Ke-3: Melakukan Tayamum Pada Waktu Tidak Musafir Jika Tidak Menemukan Air dan Takut Terlambat dari Waktu Shalat


Atha' berpendapat seperti itu.[1]


Al-Hasan berkata, "Apabila seorang yang sakit mempunyai air, tetapi tidak ada seorang pun yang memindahkan kepadanya, dia dapat melakukan tayamum."[2]
 

Ibnu Umar pernah datang dari tanah miliknya di daerah Jaraf, lalu datanglah waktu shalat ashar setibanya di Marbadul Ghanam,[3] maka dia (melakukan tayamum) dan shalat di sana lalu memasuki Madinah ketika matahari telah tinggi, tetapi dia tidak mengulangi shalat itu.[4]
 

187. Umair, hamba sahaya Ibnu Abbas, berkata, "Aku pernah datang dan bersamaku di waktu itu adalah Abdullah bin Yasar, hamba sahaya Maimunah, istri Nabi Muhammad saw., sehingga kami masuk tempat Abu Juhaim bin Harits bin Shimmah dari golongan kaum Anshar. Abu Juhaim berkata, 'Nabi Muhammad saw datang dari arah sumur Jamal, lalu ada seorang laki-laki bertemu beliau dan mengucapkan salam dan beliau tidak menjawabnya sampai beliau datang di dinding. Beliau lalu mengusap wajah dan kedua tangan beliau, kemudian beliau menjawab salam.'"

 


Bab Ke-4: Orang Bertayamum, Apakah Harus Meniup Debu yang Ada di Kedua Tangannya?
 

188. Dari Sa'id bin Abdurrahman bin Abza dari ayahnya, ia berkata, "Ada seorang laki-laki datang ke rumah Umar ibnul Khaththab, lalu berkata, 'Sesungguhnya, aku ini sedang menanggung janabah, tetapi aku tidak mendapatkan air.' Ammar bin Yasir berkata kepada Umar ibnul Khaththab, 'Tidakkah engkau ingat bahwa kami dalam suatu perjalanan (dalam suatu riwayat: dalam pasukan infantri, lalu kita junub 1/88), yakni aku dan engkau. Engkau tidak shalat, sedangkan aku berguling-guling di tanah, lalu aku kerjakan shalat, kemudian aku ceritakan hal itu kepada Nabi Muhammad saw., lalu Nabi Muhammad saw bersabda, 'Cukup bagimu (wajah dan kedua telapak tapak/dan punggung tangan) demikian ini. Beliau lalu memukulkan kedua telapak tangannya ke tanah kemudian meniupnya dan beliau mengusapkan kedua telapak beliau ke muka (wajah) dan telapak beliau (dan punggung tangan hingga pergelangan).'"[5]

 


Bab Ke-5: Bertayamum dengan Mengusap Wajah dan Kedua Telapak Tangan
 

189. Ammar berkata, "Debu yang suci adalah sebagai air wudhu seorang muslim dan mencukupi untuknya sebagai pengganti air."


(Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya kisah Ammar bersama Umar tadi.")

 

 

Bab Ke-6: Debu yang Suci Adalah Sebagai Air Wudhu Seorang Muslim dan Cukup Baginya untuk Mengganti Air[6]
 

Al-Hasan berkata,'Tayamum itu cukup bagi seseorang selama dia belum berhadats."[7]
 

Ibnu Abbas mengimami shalat dengan tayamum.
 

Yahya bin Sa'id berkata, "Tidak apa-apa shalat di tanah gersang (yang bergaram) dan melakukan tayamum dengannya."[8]
 

190. Imran berkata, "Kami berada dalam perjalanan malam bersama Nabi Muhammad saw, dan ketika kami tidur sejenak di akhir malam, di mana tidak ada tidur di akhir malam yang lebih enak daripada dalam perjalanan, tidak ada yang membangunkan kami kecuali sinar matahari dan orang yang paling dahulu bangun adalah Fulan (dalam satu riwayat: Abu Bakar, 4/169), kemudian Fulan, kemudian Fulan-Abu Raja' menyebut nama-nama mereka, tetapi Auf lupa-kemudian Umar ibnul Khaththab sebagai orang keempat yang bangun, sedangkan Nabi Muhammad saw apabila tidur maka kami tidak membangunkan beliau sehingga beliau bengun sendiri, karena kami tidak mengetahui apa yang terjadi dalam tidur beliau. [Abu Bakar lalu duduk di sebelah kepala beliau, kemudian Umar bertakbir dengan suara keras], maka ketika Umar bangun dan melihat apa yang terjadi pada orang-orang, sedangkan ia adalah seorang yang keras, ia bertakbir dan mengeraskan suara takbirnya. Ia terus saja bertakbir dengan suara keras hingga Rasulullah saw bangun karena suaranya. Setelah beliau bangun, mereka mengadukan kepada beliau tentang sesuatu yang menimpa mereka. Beliau menjawab, 'Tidak ada kerugian dan tidak merugikan. Pergilah kalian!' Mereka lalu pergi dan beliau pun pergi tidak jauh, kemudian turun dan minta air wudhu, dan beliau pun berwudhu. Dikumandangkanlah azan, lalu beliau shalat dengan orang-orang. Ketika beliau berpaling dari shalat, tiba-tiba ada seorang laki-laki yang menyendiri, tidak shalat bersama kaum itu. Beliau bertanya, 'Apakah yang menghalangimu untuk shalat bersama orang-orang itu, wahai Fulan? Ia menjawab, 'Aku terkena junub, padahal tidak ada air.' Beliau menjawab, 'Per gunakanlah debu karena sesungguhnya debu itu cukup bagimu.' [Orang itu lalu melakukan shalat], lalu Nabi Muhammad saw berjalan, [dan Rasulullah saw menempatkanku dalam kendaraan di depan beliau]. Orang-orang lalu mengadukan kehausan kepada beliau. Beliau turun dan memanggil Ali dan seorang laki-laki lain, beliau bersabda, 'Pergilah dan carilah air.' Keduanya pergi dan menjumpai seorang wanita [yang menurunkan kedua kakinya] di antara dua tempat air (terbuat dari kulit) penuh air di atas untanya. Kedua orang itu bertanya kepadanya, 'Di manakah ada air?' [Ia lalu berkata, 'Tidak ada air sama sekali.' Kami bertanya, 'Berapa jarak antara keluargamu dan air?'] Ia menjawab, 'Kemarin, aku berjanji untuk mendapatkan air saat ini (dalam satu riwayat: sehari semalam), sedangkan orang-orang lelaki kami pergi dari kampung.' Keduanya berkata, 'Kalau demikian, berangkatlah!' Ia bertanya, 'Kemana?' Keduanya menjawab, 'Kepada RasuIullah saw.' Ia menjawab, 'Kepada orang yang dikatakan keluar dari agamanya?'. Dua orang itu menjawab, 'Dialah orang yang kamu maksudkan, maka berangkatlah!' Dua orang itu lalu membawanya kepada (dan dalam satu riwayat: Ia bertanya, 'Apakah Rasulullah itu?' Maka kami tidak dapat berbuat apa-apa sehingga kami hadapkan dia kepada) Rasulullah saw dan diceritakan pembicaraan itu kepada beliau. Beliau bersabda, 'Mintalah dia turun dari untanya!' [Dia lalu berkata kepada beliau seperti apa yang dikatakannya kepada kami, hanya saja dia menceritakan kepada beliau bahwa dia mempunyai anak yatim, lalu beliau mengusap bagian bawah tempat air]. Nabi Muhammad saw minta diambilkan bejana, lalu beliau menuangkan ke dalamnya dari mulut tempat air dan menegakkan mulut-mulutnya dan melepaskan lobang air (bagian bawahnya) dan orang-orang diseru, 'Berilah minum atau carilah air!' Maka, ada orang yang memberi minum dan ada pula yang mencari air. (Dalam satu riwayat: Dan kami beri minum empat puluh orang yang haus hingga kami puas dan kami penuhi setiap bejana yang kami bawa, hanya saja kami tidak memberi minum unta). Beliau lalu memberikan air satu bejana kepada orang yang junub. Beliau bersabda, 'Pergilah, lalu tuangkanlah atasmu.' Wanita itu berdiri memperhatikan apa yang dilakukan dengan airnya. Demi Allah, wanita itu tertahan dan sesungguhnya terbayangkan oleh kami bahwa tempat air itu lebih penuh daripada ketika permulaannya (dalam satu riwayat: airnya hampir tumpah karena penuh). Nabi Muhammad saw lalu bersabda, 'Kumpulkanlah untuknya!' Mereka lalu mengumpulkan untuknya di antara korma (yang disimpan sebagai makanan), tepung, dan tepung gandum, sehingga mereka mengumpulkan untuk nya makanan dan mereka meletakkannya di dalam kain, dan mereka muat di atas untanya, dan mereka letakkan kain itu di mukanya. Beliau bersabda kepadanya, 'Engkau tahu bahwa kami tidak mengurangi airmu sedikit pun, tetapi Allahlah yang memberi kami minum.' Wanita itu lalu datang kepada keluarganya dan wanita itu tertahan dari mereka. Mereka lalu bertanya, 'Apakah yang menghalangimu, wahai Fulanah? Wanita itu menjawab, 'Kekaguman. Aku bertemu dua orang laki-laki, lalu mereka membawaku kepada seseorang yang oleh orang lain dikatakan sebagai orang yang telah pindah agama, lalu ia berbuat begini dan begini. Sungguh, ia orang yang paling penyihir di antara ini dan ini.' Wanita itu berisyarat dengan jari tengah dan jari telunjuk, dengan mengangkatnya ke langit, yakni langit dan bumi. Atau sesungguhnya dia itu benar-benar utusan Allah [sebagaimana anggapan mereka]. Setelah itu, orang-orang muslim itu cemburu atas orang yang di sekeliling wanita itu yang terdiri atas kalangan orang-orang musyrik dan mereka tidak menempatkan kelompok orang-orang yang mana wanita itu berasal. Wanita itu pada suatu hari berkata kepada kaumnya, 'Aku tidak melihat kaum itu meninggalkan kamu sekalian dengan sengaja, maka apakah kalian mau masuk Islam?' Mereka lalu menaatinya, kemudian mereka masuk Islam. (Dalam riwayat lain: Wanita itu lalu memeluk Islam dan mereka pun masuk Islam.)"


Abul Aliyah berkata, "Shabi'in ialah segolongan ahli kitab yang membaca kitab Zabur."[9]
 

 

Bab Ke-7: Apabila Orang Junub Mengkhawatirlan Dirinya Akan Sakit, Mati, atau Takut Kehausan, Ia Boleh Bertayamum
 

Diceritakan bahwa Amr bin Ash pernah junub pada malam yang sangat dingin, lalu dia bertayamum dan membaca ayat, "Dan, janganlah kamu membunuh diri kamu, sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu." (An-Nisaa' : 29). Kejadian itu diceritakan kepada Nabi Muhammad saw., maka beliau tidak mencelanya.[10]
 

191. Syaqiq bin Salamah berkata, "Aku [duduk] di sisi Abdullah [bin Mas'ud] dan Abu Musa [al-Asy'ari]. Abu Musa berkata kepada Abdullah, 'Bagaimana pendapatmu, wahai Abu Abdurrahman, jika seseorang itu berjanabah, lalu tidak mendapatkan air [selama sebulan], apakah yang harus ia lakukan?' Abdullah menjawab, 'Janganlah ia mengerjakan shalat sampai ia mendapatkan air.' Abu Musa berkata, 'Bagaimana pendapatmu tentang ucapan Ammar ketika Nabi saw bersabda kepadanya, 'Cukup bagimu (dalam satu riwayat: tidakkah engkau mendengar perkataan Ammar kepada Umar, 'Rasulullah saw mengutusku [aku dan engkau] untuk suatu keperluan, lalu aku junub, tetapi aku tidak mendapatkan air. Aku lalu berguling-guling di atas tanah sebagaimana binatang berguling-guling. Aku lalu menceritakan hal itu kepada Nabi Muhammad saw., lalu beliau bersabda, 'Cukup bagimu berbuat demikian,' kemudian beliau menepukkan tangannya sekali tepukan ke tanah, kemudian meniupnya, lalu mengusapkannya pada punggung telapak tangan kanannya dengan tangan kirinya dan punggung telapak tangan kirinya dengan tangan kanannya, lalu mengusapkannya pada wajahnya [satu kali]? Abdullah berkata, 'Tidakkah engkau melihat Umar tidak puas terhadap yang demikian itu?' Abu Musa menjawab, 'Biarkanlah kita tinggalkan perkataan Ammar, tetapi apa yang akan engkau perbuat terhadap ayat [surat al-Maa'idah ini, '...lalu kamu tidak mendapatkan air, maka bertayumumlah dengan tanah yang baik (bersih)'?']. Abdullah tidak tahu apa yang harus dikatakannya, lalu berkata, 'Kalau kita memperbolehkan bagi mereka melakukan hal ini niscaya apabila seseorang dari mereka kedinginan terhadap air, ia akan meninggalkan air dan bertayamum saja [dengan debu.' Aku berkata,] 'Aku lalu berkata kepada Syaqiq, 'Apakah Abdullah hanya tidak suka yang demikian?' (Dalam satu riwayat, 'Apakah karena ini kalian tidak suka terhadap yang demikian?') Syaqiq menjawab,'Ya.'"

 


Bab Ke-8: Bertayamum dengan Sekali Pukulan (Tepukan)
 

(Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnad-nya hadits Ibnu Mas'ud dan Abu Musa di atas.")
 


Catatan Kaki:

 

[1] Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq dari jalan yang sahih dan Ibnu Abi Syaibah dari jalan lain.


[2] Di-maushul-kan oleh Ismail al-Qadhi dalam al-Ahkam dari jalan yang sahih.


[3] Dalam sebagian naskah ditulis dengan "marbadun-na'am", yaitu daerah yang landai (miring) di Madinah.

 

[4] Di-maushul-kan oleh Imam Syafi'i (125) dengan sanad hasan darinya, dengan tambahan, "Dia tayamum dengan mengusap wajahnya dan kedua tangannya, dan melakukan shalat ashar." Al-Hafizh berkata, "Tidak jelas bagi aku apa sebabnya beliau tidak menyebutkan tayamum, padahal itulah yang dimaksud dalam bab ini."
 

[5] Dan diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah di dalam Shahih-nya (266, 267) secara ringkas, "Tayamum itu satu pukulan/tepukan untuk wajah dan kedua telapak tangan."
 

[6] Judul ini teks haditsnya diriwayatkan oleh al-Bazzar dari Abu Hurairah secara marfu' dan disahkan oleh Ibnul Qaththan, tetapi Daruquthni membenarkan kemursalannya. Akan tetapi, hadits ini memiliki syakid (saksi/penguat) dari hadits Abu Dzarr yang marfu' yang lafalnya mirip dengannya dan disahkan oleh banyak orang, dan telah aku takhrij dalam Shahih Sunan Abi Dawud (357).
 

[7] Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq, Ibnu Abi Saibah, Sa'id bin Manshur, dan Hammad bin Salamah dalam Mushnnaf nya dengan sanad sahih dari al-Hasan.
 

[8] Al-Hafizh tidak men-takkrij-nya.
 

[9] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Hatim.
 

[10] Di-maushul-kan oleh Abu Dawud dan Hakim dan lain-lainnya dengan sanad yang kuat darinya (Amr bin Ash) sebagaimana dikatakan oleh al-Hafizh. Hadits ini di-takkrij dalam Shahih Abi Dawud (360).

 

Sumber: Ringkasan Shahih Bukhari - M. Nashiruddin Al-Albani - Gema Insani Press

Read More

Kitab Shalat

 

 Bab Ke-1: Bagaimana Shalat Diwajibkan di Malam Isra'
 

Ibnu Abbas berkata, "Ketika Abu Sufyan menceritakan tentang Heraklius kepadaku, ia berkata, 'Nabi Muhammad saw menyuruh kami mendirikan shalat, berlaku jujur, dan menjaga diri dari segala sesuatu yang terlarang.'"[1]
 

192. Anas bin Malik r.a. berkata, "Abu Dzarr r.a. menceritakan bahwasanya Nabi Muhammad saw bersabda, 'Dibukalah atap rumahku dan aku berada di Mekah. Turunlah Jibril a.s. dan mengoperasi dadaku, kemudian dicucinya dengan air zamzam. Ia lalu membawa mangkok besar dari emas, penuh dengan hikmah dan keimanan, lalu ditumpahkan ke dalam dadaku, kemudian dikatupkannya. Ia memegang tanganku dan membawaku ke langit dunia. Ketika aku tiba di langit dunia, berkatalah Jibril kepada penjaga langit, 'Bukalah.' Penjaga langit itu bertanya, 'Siapakah ini?' Ia (jibril) menjawab, '[Ini, 4/106] Jibril.' Penjaga langit itu bertanya, 'Apakah Anda bersama seseorang?' Ia menjawab, 'Ya, aku bersama Muhammad saw.' Penjaga langit itu bertanya, 'Apakah dia diutus?' Ia menjawab, 'Ya.' Ketika penjaga langit itu membuka, kami menaiki langit dunia. Tiba tiba ada seorang laki-laki duduk di sebelah kanannya ada hitam-hitam (banyak orang) dan disebelah kirinya ada hitam-hitam (banyak orang). Apabila ia memandang ke kanan, ia tertawa, dan apabila ia berpaling ke kiri, ia menangis, lalu ia berkata, 'Selamat datang Nabi yang saleh dan anak laki-laki yang saleh.' Aku bertanya kepada Jibril, 'Siapakah orang ini?' Ia menjawab, 'Ini adalah Adam dan hitam-hitam yang di kanan dan kirinya adalah adalah jiwa anak cucunya. Yang di sebelah kanan dari mereka itu adalah penghuni surga dan hitam-hitam yang di sebelah kainya adalah penghuni neraka.' Apabila ia berpaling ke sebelah kanannya, ia tertawa, dan apabila ia melihat ke sebelah kirinya, ia menangis, sampai Jibril menaikkan aku ke langit yang ke dua, lalu dia berkata kepada penjaganya, 'Bukalah.' Berkatalah penjaga itu kepadanya seperti apa yang dikatakan oleh penjaga pertama, lalu penjaga itu membukakannya."


Anas berkata, "Beliau menyebutkan bahwasanya di beberapa langit itu beliau bertemu dengan Adam, Idris, Musa, Isa, dan Ibrahim shalawatullahi alaihim, namun beliau tidak menetapkan bagaimana kedudukan (posisi) mereka, hanya saja beliau tidak menyebutkan bahwasanya beliau bertemu dengan Adam di langit dunia dan Ibrahim di langit keenam." Anas berkata, "Ketika Jibril a.s. bersama Nabi Muhammad saw melewati Idris, Idris berkata, 'Selamat datang Nabi yang saleh dan saudara laki-laki yang saleh.' Aku (Rasulullah) bertanya, 'Siapakah ini?' Jibril menjawab, 'Ini adalah Idris.' Aku melewati Musa lalu ia berkata, 'Selamat datang Nabi yang saleh dan saudara yang saleh.' Aku bertanya, 'Siapakah ini?' Jibril menjawab, 'Ini adalah Musa.' Aku lalu melewati Isa dan ia berkata, 'Selamat datang saudara yang saleh dan Nabi yang saleh.' Aku bertanya, 'Siapakah ini?' Jibril menjawab, 'Ini adalah Isa.' Aku lalu melewati Ibrahim, lalu ia berkata, 'Selamat datang Nabi yang saleh dan anak yang saleh.' Aku bertanya,'Siapakah ini?' Jibril menjawab, 'Ini adalah Ibrahim as..'"


193 dan 194. Ibnu Syihab berkata, "Ibnu Hazm memberitahukan kepadaku bahwa Ibnu Abbas dan Abu Habbah al-Anshari berkata bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, 'Jibril lalu membawaku naik sampai jelas bagiku Mustawa. Di sana, aku mendengar goresan pena-pena.' Ibnu Hazm dan Anas bin Malik berkata bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda, 'Allah Azza wa Jalla lalu mewajibkan atas umatku lima puluh shalat (dalam sehari semalam). Aku lalu kembali dengan membawa kewajiban itu hingga kulewati Musa, kemudian ia (Musa) berkata kepadaku, 'Apa yang diwajibkan Allah atas umatmu?' Aku menjawab, 'Dia mewajibkan lima puluh kali shalat (dalam sehari semalam).' Musa berkata, 'Kembalilah kepada Tuhanmu karena umatmu tidak kuat atas yang demikian itu.' Allah lalu memberi dispensasi (keringanan) kepadaku (dalam satu riwayat: Maka aku kembali dan mengajukan usulan kepada Tuhanku), lalu Tuhan membebaskan separonya. 'Aku lalu kembali kepada Musa dan aku katakan, 'Tuhan telah membebaskan separonya.' Musa berkata, 'Kembalilah kepada Tuhanmu karena sesungguhnya umatmu tidak kuat atas yang demikian itu. 'Aku kembali kepada Tuhanku lagi, lalu Dia membebaskan separonya lagi. Aku lalu kembali kepada Musa, kemudian ia berkata, 'Kembalilah kepada Tuhanmu karena umatmu tidak kuat atas yang demikian itu.' Aku kembali kepada Tuhan, kemudian Dia berfirman, 'Shalat itu lima (waktu) dan lima itu (nilainya) sama dengan lima puluh (kali), tidak ada firman yang diganti di hadapan Ku.' Aku lalu kembali kepada Musa, lalu ia berkata, 'Kembalilah kepada Tuhanmu.' Aku jawab, '(Sungguh) aku malu kepada Tuhanku.' Jibril lalu pergi bersamaku sampai ke Sidratul Muntaha dan Sidratul Muntaha itu tertutup oleh warna-warna yang aku tidak mengetahui apakah itu sebenarnya? Aku lalu dimasukkan ke surga. Tiba-tiba di sana ada kail dari mutiara dan debunya adalah kasturi.'"


195. Aisyah r.a. berkata, "Allah Ta'ala memfardhukan shalat ketika difardhukan-Nya dua rakaat-dua rakaat, baik di rumah maupun dalam perjalanan. Selanjutnya, dua rakaat itu ditetapkan shalat dalam perjalanan dan shalat di rumah ditambah lagi (rakaatnya)." (Dalam satu riwayat: Kemudian Nabi Muhammad saw. hijrah, lalu difardhukan shalat itu menjadi empat rakaat dan dibiarkan shalat dalam bepergian sebagaimana semula, 4/267).
 

 

Bab Ke-2: Wajibnya Shalat dengan Mengenakan Pakaian dan Firman Allah Ta'ala, "Pakailah pakaianmu yang indah pada setiap (memasuki) masjid." (al-A'raaf: 31), dan Orang yang Mendirikan Shalat dengan Memakai Satu Helai Pakaian


Salamah bin Akwa' meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, "Hendaknya ia mengancingnya meskipun dengan duri." Akan tetapi, isnad-nya perlu mendapatkan perhatian.[2]
 

Diterangkan pula mengenai orang yang shalat dengan pakaian yang dipergunakan untuk melakukan hubungan seksual (adalah diperbolehkan) asalkan dia melihat tidak ada kotoran di situ.[3]
 

Nabi Muhammad saw memerintahkan agar seseorang tidak melakukan thawaf (mengelilingi Ka'bah) dengan telanjang.[4]
 

 

Bab Ke-3: Mengikatkan Kain pada Leher pada Waktu Shalat
 

Abu Hazim berkata mengenai hadits yang diterima dari Sahl sebagai berikut: "Para sahabat melakukan shalat bersama Nabi Muhammad saw. sambil mengikatkan sarung ke leher mereka."[5]
 

196. Muhammad al-Munkadir berkata, "Jabir shalat dengan mengenakan kain yang ia ikatkan di tengkuknya (dalam satu riwayat: kain yang ia selimutkan, 1/97), sedangkan pakaiannya ia letakkan di atas gantungan. [Setelah selesai], ada orang yang bertanya, 'Mengapa Anda melakukan shalat dengan mengenakan selembar kain saja [sedang pakaianAnda dilepas]?' Jabir menjawab, 'Aku melakukannya untuk memperlihatkannya kepada orang tolol seperti kamu, [aku melihat Nabi Muhammad saw melakukan shalat seperti ini]. Mana ada di antara kita yang mempunyai dua helai pakaian di masa Nabi Muhammad saw.?'"
 

 

Bab Ke-4: Shalat dalam Selembar Pakaian dengan Cara Menyelimutkannya
 

Az-Zuhri berkata mengenai haditsnya, "Orang yang menyelimutkan itu maksudnya ialah menyilangkan antara kedua ujung pakaiannya pada lehernya dan ini meliputi kedua pundaknya."[6]
 

Ummu Hani' berkata, "Nabi Muhammad saw menutupi tubuhnya dengan sehelai pakaian dan menyilangkan kedua ujungnya pada kedua pundaknya.'"[7]
 

197. Umar bin Abu Salamah berkata bahwa dia pernah melihat Nabi Muhammad saw. shalat dengan mengenakan sehelai pakaian di rumah Ummu Salamah dan beliau menyilangkan kedua ujungnya pada kedua pundaknya.
 

198. Ummu Hani' binti Abi Thalib r.a. berkata, "Aku pergi ke tempat Rasulullah saw. pada tahun dibebaskannya Mekah, lalu aku menemui beliau sedang mandi [di rumahnya, 2/38] dan Fatimah menutupinya, lalu aku memberi salam kepada beliau. Beliau bertanya, 'Siapa itu?' Aku menjawab, 'Aku, Ummu Hani' binti Abu Thalib.' Beliau berkata, 'Selamat datang, Ummu Hani'.' Setelah selesai mandi (dan dari jalan Ibnu Abi Laila: Tidak ada seorang pun yang menginformasikan kepada kami bahwa dia melihat Rasulullah saw melakukan shalat dhuha selain Ummu Hani' karena ia menyebutkan bahwa beliau, 5/93) berdiri lalu shalat delapan rakaat dengan berselimut satu kain. Ketika beliau berpaling (salam/selesai), aku berkata, 'Wahai Rasulullah, putra ibuku [Ali bin Abi Thalib] menduga bahwa dia membunuh seseorang yang telah aku beri upah, yaitu Fulan bin Huraibah.' Rasulullah saw bersabda, 'Kami telah memberi upah orang yang telah kamu beri upah, wahai Ummu Hani'.' Ummu Hani' berkata, 'Itulah pengorbanan.'"
 

199. Abu Hurairah berkata bahwa ada orang yang bertanya kepada Rasulullah saw tentang shalat dalam satu kain. Rasulullah saw bersabda, "Apakah masing-masing dari kamu mempunyai dua kain?"


 

Bab Ke-5: Apabila Seseorang Shalat dengan Mengenakan Selembar Pakaian, Hendaknya Mengikatkan Pada Lehernya
 

200. Abu Hurairah berkata, "Rasulullah saw. bersabda, 'Salah seorang di antaramu janganlah shalat di dalam satu kain yang di bahunya tidak ada apa-apanya.'"
 

201. Abu Hurairah berkata, "Aku bersaksi bahwasanya aku mendengar Rasulullah saw bersabda, 'Barangsiapa shalat dengan selembar kain, hendaklah ia mengikatkan antara kedua ujungnya.'"
 

 

Bab Ke-6: Apabila Pakaian Sempit


202. Sa'id bin Harits berkata, "Kami bertanya kepada Jabir bin Abdullah perihal shalat dengan mengenakan selembar pakaian, lalu Jabir berkata, 'Aku keluar bersama Nabi Muhammad saw dalam sebagian perjalanan beliau. Pada suatu malam, aku datang karena suatu urusanku, maka aku mendapatkan beliau sedang shalat dan aku hanya memakai selembar kain, maka aku melipatnya dan aku shalat di samping beliau. Setelah beliau selesai, beliau bersabda, 'Ada apakah engkau pergi malam-malam, hai Jabir?' Aku lalu memberitahukan tentang keperluanku. Ketika aku selesai, beliau bertanya, 'Lipatan apakah yang aku lihat ini?' Aku menjawab, 'Kain, yakni sempit.' Beliau bersabda, 'Jika luas, selimutkanlah, dan jika sempit, bersarunglah dengannya!'"
 

203. Sahl bin Sa'ad berkata, "Orang-orang yang shalat bersama Nabi Muhammad saw mengikatkan kain mereka [karena sempit, 2/63] pada tengkuk-tengkuk mereka seperti keadaan anak-anak. Beliau bersabda kepada para wanita, 'Janganlah kamu mengangkat kepalamu sehingga orang-orang laki-laki benar-benar duduk.'"

 


Bab Ke-7: Shalat dengan Mengenakan Jubah Buatan Syam


Al-Hasan berkata bahwa tidak apa apa shalat dengan mengenakan pakaian-pakaian yang ditenun oleh kaum Majusi (yakni para penyembah api).[8]
 

Ma'mar berkata, "Aku melihat az-Zuhri memakai pakaian Yaman yang dicelup dengan air kencing."[9]
 

Ali shalat dengan pakaian baru yang belum dicuci.[10]
 

204. Mughirah bin Syu'bah berkata, "Aku bersama Nabi Muhammad saw. [pada suatu malam, 7/37] dalam suatu perjalanan (dalam satu riwayat: dan aku tidak mengetahui melainkan dia berkata, 'dalam Perang Tabuk', 5/136), [lalu beliau bertanya, 'Apakah engkau membawa air?' Aku jawab, 'Ya.' Beliau lalu turun dari kendaraannya], kemudian bersabda, 'Wahai Mughirah, ambillah bejana kecil (terbuat dari kulit)!' Aku lalu mengambilnya. Rasulullah saw pergi sehingga beliau tertutup dariku [pada malam yang gelap gulita], kemudian beliau menunaikan hajatnya [Beliau lalu datang dan aku temui beliau dengan aku bawakan air, 3/231], dan beliau mengenakan jubah buatan negeri Syam [dari kulit/wol]. Beliau lalu mengeluarkan tangan dari lengannya, namun sempit, [maka beliau tidak dapat mengeluarkan kedua lengan beliau darinya]. Beliau lalu mengeluarkan tangan dari bawahnya dan aku menuangkan atasnya [bejana itu] [ketika beliau telah selesai menunaikan hajatnya, 1/85]. Beliau lalu berwudhu seperti berwudhu untuk shalat, [maka beliau berkumur-kumur, memasukkan air ke hidung dan mengeluarkannya kembali, membasuh mukanya] [dan kedua tangannya] (dalam satu riwayat: kedua lengannya), [kemudian beliau mengusap kepalanya], [lalu aku menunduk untuk melepaskan khuf beliau, kemudian beliau bersabda, 'Biarkanlah, karena aku memasukkannya dalam keadaan suci,'] dan beliau mengusap khuf (semacam sepatu) beliau kemudian shalat"

 


Bab Ke-8: Tidak Disukai Telanjang Sewaktu Shalat dan Lainnya


205. Jabir bin Abdullah r.a. menceritakan bahwasanya Rasulullah saw. memindahkan batu Ka'bah bersama mereka dan beliau mengenakan kain (sarung). Abbas, paman beliau, berkata kepada beliau, "Wahai anak saudaraku, bagaimana kalau engkau lepaskan kain engkau dan engkau kenakan atas kedua bahu karena ada batu." Jabir berkata, "Beliau lalu melepaskannya dan mengenakannya di atas kedua bahu beliau. Beliau lalu jatuh pingsan. Sesudah itu, beliau tidak pernah telanjang. Mudah-mudahan Allah memberikan rahmat kepada beliau dan memberikan keselamatan."*1*)

 


Bab Ke-9: Shalat dengan Baju, Celana, Celana Tak Berkaki (Selongsongan), dan Pakaian Luar (Mantel dan Sebagainya)


206. Abu Hurairah berkata, "Seorang laki-laki pergi ke tempat Nabi Muhammad saw., lalu bertanya kepada beliau mengenai shalat dengan mengenakan selembar pakaian saja. Beliau bersabda, 'Apakah masing-masing kamu mempunyai dua helai pakaian?'"


Bertanya pula seorang laki-laki kepada Umar ibnul Khaththab mengenai shalat dengan sehelai pakaian juga. Umar berkata, "Kalau Allah memberi kamu kelapangan (kekayaan), manfaatkanlah kelapangan itu dengan memakai pakaian secukupnya. Shalatlah dengan memakai sarung dan baju, memakai sarung dan kemeja, celana dan mantel, celana agak pendek dan kemeja." Aku kira beliau juga mengatakan, "Boleh mengenakan kain di bawah lutut dan selendang."
 

 

Bab Ke-10: Apa yang Menutupi Aurat
 

(Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Umar yang tersebut pada nomor 89 di muka.")

 


Bab Ke-11: Shalat Tanpa Mengenakan Selendang
 

(Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Jabir yang tersebut pada nomor 196 di muka.")

 


Bab Ke-12: Mengenai Apa yang Disebutkan Perihal Paha
 

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Jarhad, dan Muhammad bin Jahsy bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, "Paha itu adalah aurat."[11]
 

Anas bin Malik berkata, "Nabi Muhammad saw menyingkapkan (sarungnya) sehingga tampaklah pahanya." [12]
 

Hadits Anas itu lebih kokoh sanadnya, namun hadits Jarhad (yang menyebutkan bahwa paha itu aurat) adalah lebih hati-hati, dapat mengeluarkan kita (kaum muslimin) dari perselisihan pendapat.


Abu Musa berkata, "Nabi Muhammad saw. menutup pahanya sewaktu Utsman bin Affan masuk."[13]
 

Zaid bin Tsabit berkata, "Allah menurunkan wahyu kepada Rasul-Nya pada waktu pahanya di atas pahaku, lalu ia terasa begitu beratnya padaku sampai aku khawatir (paha beliau) akan meremukkan pahaku."[14]
 

(Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian besar hadits Anas yang tersebut pada Kitab ke-55 "al-Washaayaa", Bab ke-26.')

 


Bab Ke-13: Berapa Ukuran Pakaian Seorang Perempuan dalam Shalat?


Ikrimah berkata, "Apabila perempuan dapat menutup seluruh tubuhnya dengan selembar pakaian, itu sudah cukup."[15]
 

207. Aisyah berkata, "Rasulullah saw biasa melakukan shalat subuh [ketika hari masih gelap, 1/211] dan orang-orang mukmin perempuan hadir bersama beliau, kepala mereka terselubung dalam kerudung, kemudian mereka pulang ke rumah mereka masing-masing [ketika telah usai melakukan shalat], dan tidak seorang pun yang mengenal mereka karena masih gelap], [atau sebagian mereka tidak mengenal sebagian yang lain, 1/211]"[16]
 

 

Bab Ke-14: Apabila Seseorang Shalat dengan Pakaian yang Bergambar dan Melihat Gambar-Gambar Itu Sewaktu Shalat
 

208. Aisyah r.a. berkata bahwa Nabi Muhammad saw shalat pada kain hitam persegi empat yang mempunyai beberapa tanda (lukisan). Beliau memandangnya sekilas. Ketika beliau selesai, beliau bersabda, "Bawa pergilah kain-kainku (yang ada tanda-tandanya) ini kepada Abu Jahm [bin Hudzaifah bin Ghanim dari bani Adi bin Ka'ab][17] dan bawalah kepadaku kain tebal tanpa lukisan milik Abu Jahm karena kain yang berlukisan itu menjadikanku lengah dari shalatku tadi." (Dalam satu riwayat, "Aku disibukkan oleh lukisan-lukisan ini." 1/183)

 

(Dalam riwayat yang mu'allaq, "Aku melihat lukisannya ketika aku dalam shalat, dan aku takut terganggu olehnya.")[18]

 


Bab Ke-15: Apabila Seseorang Shalat dengan Pakaian yang Bergambar Salib atau Foto-Foto, Apakah Shalatnya Batal? Dan Apa yang Dilarang Darinya?
 

209. Anas bin Malik berkata, "Aisyah mempunyai tirai (korden / penutup jendela) untuk menutupi sisi-sisi rumahnya, lalu Nabi saw bersabda [kepadanya, 7/66], "Singkirkanlah dariku tiraimu ini karena gambar-gambarnya tampak [kepadaku] di dalam shalatku."
 

 

Bab Ke-16: Barang Siapa yang Shalat dengan Mengenakan Pakaian Oblong yang Terbuat dan Sutra Lalu Mencopotnya
 

210. Uqbah bin Amir berkata, "Dihadiahkan baju kurung sutra kepada Nabi Muhammad saw., lalu beliau mengenakannya dan shalat dengan memakainya. Beliau lalu berpaling dan melepaskannya dengan keras seperti orang yang benci kepadanya, lalu beliau bersabda, 'Ini (sutra) tidak layak bagi orang-orang yang bertakwa.'"

 


Bab Ke-17: Shalat dengan Mengenakan Pakaian Berwarna Merah
 

211. Abu Juhaifah berkata, "Aku melihat (dalam satu riwayat: Aku dibawa kepada, 4/167) Rasulullah saw. [sedang beliau di saluran, 4/165] dalam kubah merah dari kulit [pada waktu tengah hari], dan aku melihat Bilal mengambil (dalam satu riwayat: keluar lalu azan untuk shalat, [lalu aku mengikuti gerakan mulutnya ke sana ke mari melakukan azan, l/156], kemudian dia masuk, lalu mengeluarkan sisa) air wudhu Rasulullah saw., dan aku melihat orang-orang bersegera terhadap air wudhu Rasul itu. Orang yang mendapatkan sedikit dari air itu, ia mengusapkannya pada dirinya, dan orang yang tidak mendapatkan sesuatu dari air itu, ia mengambil dari basah-basahan tangan temannya. Aku melihat Bilal [masuk, lalu] mengambil (dalam satu riwayat: mengeluarkan) tongkat panjang dan di pancangkannya [di hadapan Rasulullah saw., dan beliau melakukan shalat]. Nabi Muhammad saw keluar dengan pakaian merah tersingsingkan, [seolah-olah aku melihat sinar betisnya, lalu beliau menancapkan tongkat itu, kemudian melakukan shalat dengan orang-orang ke arah tongkat [yaitu shalat zhuhur dua rakaat dan ashar] dua rakaat, dan aku melihat manusia dan hewan [dalam satu riwayat: himar dan orang perempuan] melewati muka tongkat panjang itu. [Dan orang-orang pun berdiri, lantas mereka pegang kedua tangan beliau dan mereka usapkan ke wajah mereka." Abu Juhaifah berkata, "Aku lalu memegang tangan beliau dan aku letakkan di wajah aku, ternyata tangan beliau itu lebih dingin daripada salju dan lebih harum baunya daripada minyak wangi."]
 

Abu Abdillah berkata, "Al-Hasan menganggap tidak apa-apa bagi seseorang untuk shalat di atas salju dan jembatan meskipun kencing mengalir di bawahnya atau di atasnya atau di depannya, asalkan di sana terdapat sutrah (pembatas) antara orang tersebut dan kotoran itu."[19]
 

Abu Hurairah juga pernah shalat di atas atap masjid (mengikuti) shalat imam.[20]
 

Ibnu Umar shalat di atas salju.[21]
 

 

Bab Ke-18: Shalat di Atas Genting (Atap), Mimbar, dan Kayu
 

212. Anas bin Malik berkata bahwa Rasulullah saw jatuh dari kudanya, lalu terlukalah kulit betisnya atau kulit bahunya (dalam satu riwayat: terluka kaki beliau, 2/229), dan beliau berjanji tidak akan pulang kepada istrinya selama sebulan. Beliau tinggal di kamar loteng yang diberi tangga dengan batang korma. Berdatanganlah para sahabat mengunjungi beliau. Beliau shalat bersama-sama mereka sambil duduk, sedangkan mereka shalat dengan berdiri. Setelah beliau memberi salam, beliau bersabda, "Imam itu dijadikan hanyalah semata-mata agar diikuti. Apabila ia sudah takbir, bertakbirlah kamu; apabila dia ruku, rukulah kamu; apabila dia sujud, sujudlah kamu. Apabila dia shalat dengan berdiri, shalatlah kamu dengan berdiri." [Umar bertanya, "Apakah engkau sudah menceraikan istri-istrimu?" Nabi menjawab, 'Tidak, tetapi aku berjanji menjauhi mereka selama sebulan." 3/106]. Setelah hari yang kedua puluh sembilan, beliau turun dari kamar loteng itu [kemudian masuk menemui istri-istri beliau, 2/229]. Lalu para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, bukankah engkau berjanji tidak akan pulang selama sebulan?" Beliau bersabda, "Sebulan itu dua puluh sembilan hari."[22]
 

 

Bab Ke-19: Apabila Pakaian Seseorang yang Shalat Sewaktu Sujud Menyentuh Istrinya
 

213. Maimunah [binti al-Harits] berkata, "Rasulullah saw melakukan shalat dan aku berada sejajar dengan beliau (dalam satu riwayat: aku sedang tidur di samping beliau, 1/131), padahal aku sedang haid, (dalam satu riwayat: tempat tidurku sejajar dengan tempat shalat Nabi Muhammad saw.), dan kadang-kadang pakaian beliau menyentuhku apabila beliau sujud." Maimunah menambahkan, "Beliau itu shalat di atas tikar kecil."
 

 

Bab Ke-20: Shalat di Atas Tikar
 

Jabir dan Abu Sa'id pernah shalat di atas kapal dengan berdiri.[23]
 

Al-Hassan berkata, "Kalau tidak mengganggu sahabat-sahabat yang lain, Anda boleh shalat dengan berdiri dan berputar-putar dengan berputarnya (perahu). Kalau tidak bisa, bolehlah Anda shalat dengan duduk."[24]
 

 

Bab Ke-22: Shalat di Atas Hamparan (Tempat Tidur)
 

Anas pernah shalat di atas tempat tidurnya.[25]
 

Anas berkata, "Kami pernah shalat dengan Nabi Muhammad saw dan salah seorang dari kami sujud di atas pakaian beliau."[26]
 

214. Anas bin Malik r.a. berkata bahwa neneknya, Mulaikah, mengundang Rasulullah saw untuk memakan makanan yang dibuatnya untuk beliau, lalu beliau memakannya. Beliau lalu bersabda, "Berdirilah. Aku akan shalat untukmu." Anas berkata, "Aku berdiri di tikar kami yang telah hitam karena lamanya dipakai. Aku memercikinya dengan air, lalu Rasulullah saw berdiri dan aku bersama anak yatim membuat shaf di belakang beliau, dan orang perempuan tua di belakang kami. Rasulullah saw shalat untuk kami dua rakaat, kemudian beliau pergi."

 


Bab Ke-21: Shalat di Atas Tikar Kecil
 

(Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian akhir hadits Maimunah yang tercantum pada nomor 213 di atas.")
 

215. Aisyah istri Nabi Muhammad saw. berkata, "Aku tidur di hadapan Rasulullah saw dan kedua kakiku pada arah kiblat beliau [sedangkan beliau melakukan shalat, 2/61]. Apabila beliau sujud, beliau merabaku, maka aku tarik kedua kakiku. Apabila beliau berdiri, aku julurkan kedua kakiku." Ia berkata, "Pada waktu itu, rumah-rumah tanpa lampu." (Dalam satu riwayat: Rasulullah saw melakukan shalat, sedangkan Aisyah berada di antara beliau dan kiblat, di atas tempat tidur istrinya). (Dalam riwayat lain: Aisyah telentang di atas tempat tidur yang ditempati mereka berdua tidur, seperti telentangnya jenazah).
 

 

Bab Ke-23: Sujud di Atas Kain Pada Waktu Panas yang Teramat Terik
 

Al-Hasan berkata, "Orang-orang sujud di atas sorban-sorban mereka dan kopiah dengan kedua tangan di dalam lengan baju mereka (karena panas yang sangat
terik)."[27]


216. Anas bin Malik berkata, "Kami shalat bersama Nabi Muhammad saw. [ketika hari panas terik, 1/107 (dalam satu riwayat: sangat panas. Apabila salah seorang dari kami tidak bisa menempelkan wajahnya ke tanah, 2/161)], lalu salah seorang di antara kami meletakkan ujung pakaiannya di tempat sujud karena sangat (dalam satu riwayat: karena menjaga diri dari) panas."
 

 

Bab Ke-24: Shalat dengan Mengenakan Sandal

 

217. Abu Maslamah Sa'id bin Yazid al Azdi berkata, "Aku bertanya kepada Anas bin Malik, 'Apakah Nabi Muhammad saw. shalat pada kedua sandal beliau?' Ia menjawab, 'Ya.'"


 

Bab Ke-25: Shalat dengan Mengenakan Khuf (Sepatu Tinggi)


218. Hamam ibnul-Harits berkata, "Aku melihat Jarir bin Abdullah kencing, kemudian berwudhu dan mengusap kedua khuf-nya (sepatu yang menutup mata kaki), kemudian ia berdiri dan shalat. Ia ditanya, lalu menjawab, 'Aku melihat Rasulullah saw berbuat seperti ini.'" Ibrahim berkata, "Hal ini menjadikan mereka keheranan karena Jarir termasuk orang yang paling akhir (dari kalangan sahabat) yang masuk Islam."

 


Bab Ke-26: Apabila Seseorang tidak Sujud dengan Sempurna
 

219. Hudzaifah pernah melihat seseorang melakukan shalat tanpa menyempurnakan ruku dan sujudnya. Setelah orang itu selesai shalat, Hudzaifah menegurnya, "Kamu tadi belum dapat dianggap telah melakukan shalat." Perawi hadits ini menambahkan, "Aku kira, Hudzaifah berkata, 'Seandainya kamu meninggal, tentulah kamu meninggal tidak di atas sunnah Muhammad saw.'"
 

 

Bab Ke-27: Menampakkan Ketiak dan Memisahkan Lengan dan Tubuh Pada Waktu Sujud
 

220. Abdullah bin Malik ibnu Buhainah r.a. berkata bahwa apabila Nabi Muhammad saw. shalat, beliau merenggangkan kedua tangan beliau sehingga tampak putihnya kedua ketiak beliau.

 


Bab Ke-28: Keutamaan Shalat Menghadap Kiblat
 

Hendaklah seseorang menghadapkan pula jari-jari kakinya ke kiblat. Demikian dikatakan oleh Abu Humaid dari Nabi Muhammad saw.[28]
 

211. Anas bin Malik r.a. berkata, "Rasulullah saw. bersabda, 'Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sehingga mereka menyatakan, 'Tidak ada tuhan kecuali Allah.' Apabila mereka sudah menyatakan demikian dan melakukan shalat seperti shalat kita, menghadap kiblat kita, dan menyembelih sembelihan seperti cara kita menyembelih, diharamkan atas kita darah dan harta mereka, kecuali dengan haknya, dan hisabnya terserah kepada Allah.'" (Dalam satu riwayat: "Maka ia adalah orang muslim yang mempunyai jaminan dari Allah dan Rasul Nya.")


(Dalam suatu riwayat mu'allaq dari Humaid: Maimun bin Siyah bertanya kepada Anas bin Malik, "Wahai ayah Hamzah, apakah yang menjadikan haramnya darah dan harta seseorang (untuk diambil)?" Anas menjawab, "Barangsiapa yang bersaksi bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah, menghadap kiblat seperti kiblat kita, mengerjakan shalat seperti shalat kita, dan memakan sembelihan kita, dia adalah muslim, dia mempunyai hak sebagaimana orang muslim, dan mempunyai kewajiban sebagaimana orang muslim.")
 

 

Bab Ke-29: Kiblatnya Penduduk Madinah dan Penduduk Syam serta Tidak Ada Kiblat di Sebelah Timur dan Barat, Mengingat Sabda Nabi Muhammad saw., 'Janganlah kamu menghadap kiblat pada waktu buang air besar atau kencing, tetapi menghadaplah ke Timur atau ke Barat.[29]
 

(Aku katakan, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abu Ayyub yang telah disebutkan pada nomor 97 di muka.")
 

 

Bab Ke-30: Firman Allah Ta'ala, "Dan, jadikanlah sebagian maqam Ibrahim sebagai tempat shalat." (al-Baqarah: 125)
 

222. Ibnu Abbas r.a. berkata, "Ketika Nabi Muhammad saw masuk di Baitullah, beliau berdoa dalam seluruh arah-arahnya dan beliau tidak shalat sampai beliau keluar darinya. Setelah beliau keluar, beliau melakukan shalat dua rakaat di arah Ka'bah dan bersabda, 'Inilah kiblat itu.'"
 

 

Bab Ke-31: Menghadap ke Arah Kiblat (Ka'bah) di Mana Pun Berada


Abu Hurairah r.a. berkata, "Nabi Muhammad saw bersabda, "Menghadaplah ke kiblat dan bertakbirlah (yakni bertakbiratul ihram untuk memulai shalat)."[30]
 

223. Jabir berkata, "Nabi Muhammad saw. shalat di kendaraan beliau ke mana saja kendaraan itu menghadap. Akan tetapi, apabila beliau akan shalat fardhu, beliau turun dan menghadap kiblat"
 

224. Abdullah berkata, "Nabi saw. shalat [zhuhur dengan mereka, 7/227] [lima rakaat 2/65]. Setelah beliau salam, dikatakan kepada beliau, 'Wahai Rasulullah, telah terjadi sesuatu dalam shalat?' (Dalam satu riwayat: 'Apakah shalat telah ditambah? Dalam riwayat lain: 'Apakah shalat telah diringkas atau terlupakan?) Beliau bersabda, 'Apakah itu?' Mereka menjawab, 'Engkau melakukan shalat lima rakaat.' Beliau lalu melipatkan kedua kaki dan menghadap kiblat, lalu sujud dua kali [sesudah salam], kemudian beliau salam lagi. Ketika beliau menghadapkan muka kepada kami, beliau bersabda, 'Sesungguhnya, kalau terjadi sesuatu dalam shalat niscaya aku beritahukan kepadamu. Akan tetapi, aku adalah manusia seperti kamu; aku bisa lupa sebagaimana kamu lupa. Apabila aku lupa, ingatkanlah. Apabila salah seorang di antara kamu ragu-ragu dalam shalatnya, condonglah kepada yang benar, lantas hendaklah ia menyempurnakannya, kemudian mengucapkan salam, kemudian sujud dua kali.'"
 

 

Bab Ke-32: Tentang (Menghadap) Kiblat dan Orang yang Menganggap Tidak Perlu Mengulang Shalat Apabila Seseorang Lupa dan Shalat dengan Menghadap ke Arah Selain Kiblat
 

Nabi Muhammad saw pernah mengucapkan salam setelah melakukan dua rakaat shalat zhuhur dan menghadapkan wajahnya ke arah orang banyak, kemudian menyempurnakan rakaat yang masih tertinggal.[31]
 

225. Anas berkata bahwa Umar berkata, "Aku mendapatkan persetujuan Tuhanku dalam tiga hal. Aku (Umar) berkata, 'Wahai Rasulullah, bagaimana kalau kita jadikan maqam Ibrahim sebagai tempat shalat?' Turunlah ayat, 'Dan, jadikanlah sebagian maqam Ibrahim sebagai tempat shalat.' Dan, ayat hijab (bertirai) di mana aku berkata, 'Wahai Rasulullah, bagaimana kalau engkau perintahkan istri-istrimu berhijab karena mereka diajak bercakap-cakap oleh (dalam satu riwayat: engkau biasa didatangi oleh, 5/ 149) orang yang baik dan orang yang jahat? Turunlah ayat hijab. Dan, istri-istri Nabi Muhammad saw. bersepakat untuk cemburu kepada beliau, lalu aku berkata kepada mereka, 'Jika beliau menceraikan kalian, boleh jadi Tuhannya akan menggantinya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kalian.' (Dalam satu riwayat: 'Dan telah sampai berita kepadaku bahwa Nabi Muhammad saw mencela sebagian istrinya. Aku lalu menemui mereka dan berkata, 'Berhentilah kalian dari perbuatan itu atau Allah akan mengganti bagi Rasul-Nya istri-istri yang lebih baik daripada kalian,' hingga aku datang kepada salah seorang dari mereka. Salah satu istri ini berkata, 'Hai Umar, apakah pada Rasulullah itu tidak terdapat sesuatu yang dapat memberi pelajaran atau menyadarkan istri-istrinya sehingga engkau menasihati mereka?'). Maka, turunlah ayat ini."


226. Abdullah bin Umar berkata, "Pada waktu orang-orang sedang melakukan shalat subuh di Quba', tiba-tiba mereka didatangi seseorang (untuk menyampaikan berita). Orang itu berkata, 'Sesungguhnya, malam tadi telah diturunkan kepada Rasulullah saw. Al-Qur'an (yakni wahyu). Beliau diperintahkan shalat menghadap ke Kabah. [Maka ingatlah, menghadaplah kalian ke Kabah! 5/152].' Mereka lalu menghadap ke Ka'bah, padahal waktu itu wajah mereka sedang menghadap ke Syam. Mereka lalu menghadapkan wajahnya ke Ka'bah."
 

 

Bab Ke-33: Menggaruk Ludah dari Masjid dengan Tangan
 

227. Anas r.a. berkata bahwa Nabi Muhammad saw melihat dahak di arah kiblat. Beliau merasa keberatan terhadap hal itu sehingga tampak di wajah beliau (ketidaksenangan itu), lalu beliau berdiri, lantas menggaruknya dengan tangan beliau seraya bersabda, "Sesungguhnya, apabila salah seorang di antaramu berdiri dalam shalat, sesungguhnya ia sedang bermunajat (bercakap-cakap) dengan Tuhannya atau Tuhannya itu di antara dia dan kiblatnya. Karena itu, janganlah salah seorang diantaramu meludah ke arah kiblatnya [dan jangan pula ke arah kanannya, 1/107], tetapi kesebelah kiri atau di bawah telapak kakinya [yang kiri, 1/135]." Beliau lalu mengambil ujung selendang beliau dan meludah di situ. Beliau lalu menggeserkan sebagiannya atas sebagian yang lain, lalu beliau bersabda, 'Atau, berbuat seperti ini.'"
 

228. Abdullah bin Umar berkata bahwa Rasulullah saw melihat ludah (dalam satu riwayat: dahak, 1/183) di dinding masjid pada arah kiblat [ketika beliau akan mengerjakan shalat di depan orang banyak], lalu beliau menggosoknya [dengan tangannya, 7/98], lalu menghadap kepada orang banyak (dalam satu riwayat: maka beliau marah kepada ahli masjid, 2/62), lalu bersabda [setelah selesai], "Apabila salah seorang di antara kalian sedang shalat, janganlah ia meludah di depannya karena sesungguhnya Allah itu berada di arah mukanya jika ia sedang shalat." [Ibnu Umar radhiyallahu anhuma berkata, "Apabila salah seorang dari kamu meludah, hendaklah ia meludah ke sebelah kirinya."]


229. Aisyah berkata bahwa Rasulullah saw melihat ada ingus, ludah, atau dahak di dinding masjid, lalu beliau menggosoknya.


 

Bab Ke-34: Menggosok Dahak dari Masjid dengan Batu

Ibnu Abbas berkata, "Apabila kamu menginjak kotoran yang basah, cucilah ia, dan jika kering, tidak perlu kamu cuci."[32]
 

230. Abu Hurairah dan Abu Said berkata bahwa Rasulullah saw melihat dahak pada dinding (dalam satu riwayat: ke arah kiblat, 1/107) masjid, lalu beliau mengambil sebutir kerikil kemudian menggosok-gosoknya, lalu beliau bersabda, "Apabila seseorang di antara kalian ingin meludah, janganlah ia meludah ke arah depannya dan kanannya, tetapi hendaklah meludah ke sebelah kirinya atau ke bawah kakinya yang kiri."[33]
 

 

Bab Ke-35: Jangan Meludah ke Sebelah Kanan Ketika Shalat
 

 

Bab Ke-36: Hendaknya Meludah ke Sebelah Kirinya atau di Bawah Kaki Kirinya
 

 

Bab Ke-37: Denda Meludah di Masjid
 

 

231. Anas bin Malik berkata bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, "Meludah di masjid adalah suatu kesalahan dan kaffarahnya (tebusannya) adalah menanamnya (menghilangkannya).'"
 

 

Bab Ke-38: Memendam Ludah di Masjid
 

232. Abu Hurairah berkata bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda, "Jika seseorang di antara kalian berdiri mengerjakan shalat, janganlah meludah ke depannya karena sebenarnya ia di saat itu sedang bermunajat kepada Allah selama ia masih di tempat shalatnya dan janganlah ia meludah ke sebelah kanannya karena di sebelah kanannya ada seorang malaikat, tetapi hendaklah dia meludah ke sebelah kirinya atau ke bawah telapak kakinya, lalu memendamnya (menanamnya)."
 

 

Bab Ke-39: Apabila Terpaksa untuk Segera Meludah, Baiknya Mengambil Ujung Pakaiannya


(Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Anas yang tersebut pada nomor 227 di muka.")
 

 

Bab Ke-40: Nasihat Imam Kepada Orang Banyak Mengenai Pelaksanaan Shalat yang Sempurna dan Keterangan Tentang Kiblat


233. Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, "Apakah kamu melihat kiblatku di sini? Demi Allah, tidaklah tersembunyi atasku kekhusyuanmu dan rukumu, [dan, l/181] sesungguhnya aku melihatmu dari belakang punggungku."


234. Anas bin Malik berkata, "Nabi Muhammad saw shalat bersama dengan kami sebagai imam dalam suatu shalat yang dikerjakan. Kemudian, beliau naik mimbar, lalu bersabda mengenai shalat dan ruku, 'Sesungguhnya, aku melihat kalian dari belakangku sebagaimana aku melihat kalian (sewaktu berhadap-hadapan).'"
 

 

Bab Ke-41: Bolehkah Dikatakan Masjid Bani Fulan?
 

235. Abdullah bin Umar r.a. berkata bahwa Rasulullah saw memperlombakan antar kuda yang diberi makan penuh dari Hafya' ke Tsaniyatil Wada' dan memperlombakan antar kuda yang tidak diberi makan penuh dari Tsaniyah ke masjid bani Zuraiq. Abdullah bin Umar termasuk orang yang ikut berlomba itu.
 

 

Bab Ke-42: Membagi dan Menggantungkan Tempat Penyimpanan Harta di Dalam Masjid
 

Anas berkata, "Nabi Muhammad saw diberi harta dari Bahrain. Beliau lalu bersabda, 'Sebarkanlah di masjid!' Itulah sebanyak-banyak harta yang disampaikan kepada Rasulullah saw. Rasulullah saw lalu keluar untuk shalat dan tidak menoleh kepadanya. Ketika beliau telah selesai menunaikan shalat, beliau datang dan duduk di sana. Bila beliau melihat seseorang, orang itu beliau beri harta itu. Tiba-tiba Abbas r.a. datang kepada beliau, lalu ia berkata, 'Wahai Rasulullah, berilah aku karena aku menebus diriku dan aku menebus Aqil.' Rasulullah lalu bersabda kepadanya, 'Ambillah.' Abbas lalu mengambilnya dan memasukkannya di dalam kainnya, dan dia menganggap pemberian itu hanya sedikit, tetapi ia tidak mampu untuk membawanya. Ia berkata, 'Wahai Rasulullah, suruhlah seseorang mengangkatkannya kepadaku.' Beliau bersabda, 'Tidak.' Ia berkata, 'Engkau sajalah yang mengangkatkannya kepadaku.' Beliau menjawab, 'Tidak.' Ia lalu pergi. Rasulullah saw. mengikutinya terus dengan pandangannya hingga Abbas tidak terlihat oleh kami. Rasulullah saw berbuat begitu karena merasa heran terhadap keinginannya. Ketika Rasulullah saw. berdiri, di sana sudah tidak ada satu dirham pun."

 


Bab Ke-43: Orang yang Mengundang Makan di Masjid dan Orang yang Mengabulkan Undangan Itu
 

236. Anas berkata, "Aku mendapati Nabi Muhammad saw dalam masjid bersama dengan sejumlah orang. Aku langsung mendekati beliau, lalu beliau bertanya kepadaku, 'Apakah engkau suruhan Abu Thalhah?' Aku menjawab, 'Ya.' Beliau bertanya, 'Untuk makan-makan?' Aku menjawab, 'Ya.' Beliau lalu bersabda kepada orang-orang yang bersama beliau, 'Berdirilah!' Mereka lalu keluar dan aku berangkat di depan mereka."
 

 

Bab Ke-44: Memberikan Keputusan dan Saling Mengucapkan Li'an di Masjid
 

(Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Sahl bin Sa'ad yang tercantum pada Kitab ke-68 'ath-Thalaq', Bab ke-20.")

 


Bab Ke-45: Apabila Seseorang Memasuki Sebuah Rumah, Haruskah Dia Shalat di Mana Saja yang Dia Kehendaki Ataukah Seperti yang Diperintahkan? Dan tidak Boleh Mengadakan Penyelidikan
 

(Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Itban yang panjang yang akan disebutkan di bawah ini [nomor 237].")


 

Bab Ke-46: Mendirikan Masjid di Rumah-Rumah
 

Al-Barra' bin Azib shalat di masjidnya yang terletak di rumahnya dengan berjamah.[34]
 

237. Dari Mahmud bin ar-Rabi' al-Anshari [dan dia mengaku menahan Rasulullah saw dan menahan muntahan yang dimuntahkannya (dalam satu riwayat: dia berkata, "Aku menahan dari Nabi Muhammad saw muntahan yang beliau muntahkan di wajahku dan ketika itu aku berumur lima tahun, 1/27) dari timba yang berharga beberapa dirham, l/204] [Mahmud mengaku, 2/55] bahwasanya [dia mendengar] Itban bin Malik [seorang tunanetra dan, 1/163] termasuk sahabat Rasulullah saw. dari golongan yang menyaksikan (turut serta dalam) Perang Badar dari kalangan Anshar [bersama Rasulullah saw., katanya, "Aku melakukan shalat untuk mengimami kaumku, bani Salim, dan antara aku dan mereka terdapat lembah yang apabila turun hujan aku kesulitan melewatinya menuju ke masjid. Aku datang kepada Rasulullah saw. dan berkata kepada beliau, 'Wahai Rasulullah, pandanganku sudah buruk, padahal aku menjadi imam shalat bagi kaumku. Apabila turun hujan, mengalirlah air di lembah yang ada di antara aku dan mereka sehingga aku tidak mampu mendatangi masjid mereka untuk mengimami mereka. Wahai Rasulullah, aku ingin engkau datang kepada ku, lalu engkau shalat di rumahku [di tempat] yang aku jadikan mushalla.' Rasulullah saw bersabda kepadaku, 'Akan aku lakukan insya Allah.' Keesokan harinya, Rasulullah saw dan Abu Bakar datang kepadaku saat matahari sudah tinggi (dalam satu riwayat: sangat terik). Rasulullah saw minta izin dan aku mengizinkannya, namun beliau tidak duduk ketika (dalam satu riwayat: sehingga, 6/202) masuk rumah. Beliau lalu bertanya, 'Dimanakah kamu inginkan agar aku shalat di rumahmu?' Aku menunjukkan beliau suatu arah dari rumahku, lalu Rasulullah berdiri dan bertakbir. Kami lalu berdiri dan berbaris [di belakang beliau), kemudian beliau shalat dua rakaat dan salam [dan kami mengucapkan salam setelah beliau salam]. Kami menahan beliau (untuk menyantap) bubur gandum yang kami campur dengan daging untuk beliau. [Maka orang-orang sekitar mendengar Rasulullah saw. ada di rumah saya]. Datanglah beberapa orang laki-laki dari desa itu dan mereka berkumpul. Salah seorang dari mereka berkata, 'Dimanakah Malik bin Dukhaisyin atau Ibnu Dukhsyun?' Sebagian mereka menjawab, 'Dia itu orang munafik, tidak mencintai Allah dan Rasul-Nya.' Rasulullah saw lalu bersabda, Janganlah kamu berkata demikian. Bukankah kamu telah melihatnya telah mengucapkan, 'Tiada Tuhan melainkan Allah' yang dengan ucapan itu ia mengharapkan ridha Allah?' Ia berkata, 'Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.' [Adapun kami], sesungguhnya kami melihat wajah dan nasihatnya kepada orang-orang munafik. Rasulullah saw lalu bersabda, 'Sesungguhnya, Allah mengharamkan neraka terhadap orang yang mengucapkan, 'Tiada tuhan melainkan Allah, karena mengharapkan keridhaan Allah.'"
[Mahmud berkata, "Aku lalu menceritakan hal ini kepada suatu kaum yang di antaranya terdapat Abu Ayyub, yang menemani Rasulullah saw dalam peperangan yang mengantarkannya gugur di sana. Yazid bin Muawiyah sedang berkuasa atas mereka di negeri Rum. Abu Ayyub mengingkari hal itu atas aku. Ia berkata, 'Demi Allah, aku tidak mengira Rasulullah akan bersabda seperti yang engkau ceritakan itu.' Aku merasakan hal itu sebagai sesuatu yang besar. Aku menetapkan diriku karena Allah supaya menerimaku, sehingga aku selesai perang, untuk menanyakan hal itu kepada Itban bin Malik r.a-jika aku dapat menjumpainya ketika masih hidup-di masjid kaumnya. Aku menutup (selesai perang). Aku lalu ber-talbiyah untuk haji atau umrah, kemudian aku pergi hingga sampai di Madinah, kemudian aku datang ke perkampungan bani Salim, ternyata dia adalah seorang tua yang tunanetra, yang sedang shalat mengimami kaumnya. Setelah dia usai salam dari shalatnya, aku mengucapkan salam kepadanya dan aku beritahukan jati diriku, kemudian aku tanyakan kepadanya tentang hadits itu. Dia lalu menceritakannya kepadaku sebagaimana dahulu ia menceritakannya kepadaku kali pertama." 2/56]
Ibnu Syihab berkata, "Aku bertanya kepada al-Hushain bin Muhammad al Anshari-salah seorang dari bani Salim dan termasuk salah seorang anggota pasukan infanteri-tentang hadits Mahmud bin ar-Rabi' (diatas), lalu ia membenarkan hal itu."

 


Bab Ke-47: Mendahulukan Yang Kanan dalam Memasuki Masjid dan Lain-Lain
 

Abdullah bin Umar memulai dengan kakinya yang kanan, sedangkan bila keluar, ia memulainya dengan kakinya yang kiri.[35]
 

238. Aisyah berkata, "Nabi Muhammad saw suka sekali mendahulukan yang kanan sebisa mungkin dalam semua urusannya, seperti dalam bersuci, menyisir rambut, dan memakai terompah."


 

Bab Ke-48: Apakah Boleh Menggali Kubur Kaum Musyrikin di Zaman Jahiliah dan Mempergunakan Tempat Itu Sebagai Masjid?
 

Nabi Muhammad saw bersabda, "Allah melaknat orang Yahudi karena mereka membangun tempat-tempat ibadah di kuburan-kuburan para nabi mereka."
 

Juga dibencinya shalat di kuburan.
 

Umar melihat Anas bin Malik shalat di sisi kuburan dan berseru, "Kuburan! Kuburan!" Beliau tidak menyuruh mengulangi shalatnya.[36]
 

239. Anas r.a. berkata, "Nabi Muhammad saw datang ke Madinah. Beliau turun di Madinah kawasan atas, di suatu perkampungan yang disebut bani Amr bin Auf. Nabi Muhammad saw tinggal di tempat mereka selama empat belas malam. Beliau lalu mengirimkan (utusan) kepada orang-orang bani Najjar. Mereka datang dengan menyandang pedang. Seolah-olah aku melihat Nabi Muhammad saw di atas kendaraan beliau, Abu Bakar mengiringi beliau, dan orang-orang bani Najjar di sekeliling beliau, sehingga beliau meletakkan kendaraan beliau di halaman rumah Abu Ayyub. Beliau suka menunaikan shalat di mana saja sewaktu tiba waktu shalat dan beliau shalat di tempat menderumnya kambing. [Kemudian sesudah itu, aku mendengar dia berkata, 'Beliau shalat di tempat menderumnya kambing, sebelum dibangunnya masjid.'] (Dalam satu riwayat: Kemudian) beliau menyuruh membangun masjid dan beliau minta dipanggilkan orang-orang bani Najjar, lalu beliau bersabda, 'Berapakah harga kebunmu ini?' Mereka menjawab, 'Tidak. Demi Allah, kami tidak meminta harganya kecuali kepada Allah ta'ala.' Anas berkata, 'Di kebun itu terdapat apa yang aku katakan kepadamu, yaitu kuburan orang-orang musyrik, juga terdapat reruntuhan dan terdapat pohon kurma. Nabi Muhammad saw. lalu memerintahkan supaya kuburan orang-orang musyrik itu digali, kemudian reruntuhan itu diratakan, dan pohon-pohon kurma ditebang. Mereka menjajarkan batang-batang pohon kurma di arah kiblat masjid. Kedua ambang pintu dibuat dari batu. Mereka memindahkan batu-batu seraya bersyair rajaz dan Nabi bersama mereka sambil berkata (dalam satu riwayat: bersama mereka mengucapkan), ("Ya Allah, tiada kebaikan kecuali kebaikan akhirat, maka ampunilah orang-orang Anshar dan Muhajirin.')"

 


Bab Ke-49: Shalat di Kandang Kambing
 

(Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian dari hadits Anas di muka.")
 

 

Bab Ke-50: Shalat di Tempat Pembaringan (Ladang-Ladang) Unta


240. Nafi' berkata, "Aku melihat Ibnu Umar shalat menghadap untanya dan ia berkata, 'Aku melihat Nabi Muhammad saw melakukannya.'"
 

 

Bab Ke-51: Orang yang Shalat di Depan Tungku Pemanasan atau Api atau Hal-Hal Lain Yang Disembah Orang, Tetapi Dia Memaksudkan Shalatnya Semata-mata untuk Allah
 

Anas berkata bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, "Neraka ditampakkan kepadaku ketika aku sedang shalat"[37]
 

(Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Ibnu Abbas yang akan disebutkan pada Kitab ke-16 'al-Kusuf', Bab ke-9.")

 


Bab Ke-52: Dibencinya Shalat di Kuburan
 

241. Ibnu Umar berkata bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, "Lakukanlah sebagian shalatmu (selain shalat fardhu, yakni shalat sunnah) di rumahmu dan janganlah kamu jadikan rumahmu itu sebagai kuburan (bukan tempat shalat)."

 


Bab Ke-53: Shalat di Tempat Tempat Reruntuhan Gempa dan Bekas Azab


Diriwayatkan bahwa Ali tidak menyukai shalat di tempat bekas reruntuhan gempa di Babil.[38]
 

(Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Umar yang akan disebut kan pada Mtab ke-60 'al-Anbiya', Bab ke17.")
 

 

Bab Ke-54: Shalat di Gereja atau Candi (Tempat Ibadah Agama Selain Islam)


Umar berkata, "Kami tidak memasuki gereja-gerejamu karena patung-patung dan gambarnya itu."[39]
 

Ibnu Abbas shalat di dalam biara (tempat ibadah agama lain) kecuali biara yang ada patung di dalamnya.[40]
 

(Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnad-nya hadits Aisyah yang akan disebutkan pada Kitab ke-23 'al-Janaiz', Bab ke-62.")
 

 

Bab Ke-55:
 

242. Aisyah dan Abdullah bin Abbas (Ibnu Abbas) berkata, "Ketika Rasulullah saw menghadapi kematian, beliau melemparkan selendang pada muka beliau. Ketika selendang itu menutupi muka beliau, beliau membukanya seraya bersabda dalam keadaan demikian, 'Laknat (kutukan) Allah atas orang-orang Yahudi dan Nasrani karena mereka menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid (tempat ibadah).'" Beliau mempertakutkan akan apa yang mereka perbuat.[41]
 

243. Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, "Semoga Allah melaknat orang-orang Yahudi karena mereka membangun tempat-tempat ibadah di atas kuburan nabi-nabi mereka."
 

 

Bab Ke-56: Sabda Nabi Muhammad saw., "Bumi Itu Dijadikan untukku Sebagai Tempat Shalat dan Alat Bersuci (Tayamum)."[42]
 

(Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Jabir yang tersebut pada nomor 186 di muka.")
 

 

Bab Ke-57: Tidurnya Seorang Wanita di Masjid
 

244. Aisyah berkata bahwa seorang budak perempuan hitam milik suatu perkampungan Arab yang sudah mereka merdekakan, tetapi masih suka bersama mereka, berkata, "Seorang anak perempuan kecil yang mengenakan selendang merah dari kulit keluar kepada mereka. Diletakkannya atau jatuh darinya dan lewatlah seekor burung rajawali dan burung itu mengira selendang yang jatuh itu sebagai daging, lantas dipungut nya. Mereka mencari selendang itu, namun tidak ditemukan, lalu mereka menuduhku. Mereka mencarinya sehingga mereka mencari di kemaluanku. (Dalam satu riwayat: Mereka lalu menyiksaku sampai mereka mencari di kemaluanku, 4/235). Demi Allah, sungguh aku berdiri bersama mereka [sedang aku masih dalam kesedihan], tiba-tiba burung rajawali itu lewat [hingga sejajar dengan kepala kami] lantas menjatuhkan selendang itu. Selendang itu jatuh di antara mereka [lalu mereka mengambilnya]. Aku berkata, 'Itulah selendang yang kamu tuduh aku mengambilnya, padahal aku sama sekali tidak mengambilnya. Inilah dia!' Perempuan itu mengatakan bahwa ia datang kepada Rasulullah saw dan masuk Islam. Aisyah berkata, 'Perempuan itu mempunyai kemah atau bilik dari tumbuh-tumbuhan di masjid. Perempuan itu datang dan bercerita kepadaku. Tidaklah dia duduk di tempatku melainkan ia mengatakan, 'Hari selendang adalah sebagian dari keajaiban Tuhan kita. Ketahuilah, bahwasanya Tuhan menyelamatkan aku dari negara kafir.' Aku bertanya kepada perempuan itu, 'Mengapakah ketika kamu duduk bersamaku mesti kamu ucapkan kalimat ini?' Perempuan itu lalu menceritakan cerita-cerita ini.'"

 


Bab Ke-58: Tidurnya Orang Laki-Laki di Masjid
 

Anas berkata, "Beberapa orang dari suku Ukal datang kepada Nabi Muhammad saw., kemudian mereka bertempat di teras masjid."[43]


Abdur Rahman bin Abu Bakar berkata, "Orang-orang Ahlush Shuffah (orang-orang yang berdiam di teras masjid) itu adalah orang-orang fakir."[44]
 

245. Abu Hurairah berkata, "Aku melihat ada tujuh puluh orang dari Ahlush Shuffah, tiada seorang pun di antara mereka itu yang mempunyai selendang. Mereka hanya memiliki izar (kain panjang) atau lembaran-lembaran kain yang diikat seputar leher mereka. Di antara lembaran kain itu ada yang hanya sampai pada separo betis dan ada yang sampai pada kedua mata kaki, dan mereka menyatukannya dengan tangan mereka, karena khawatir aurat mereka terlihat"

 


Bab Ke-59: Shalat Ketika Datang dari Bepergian
 

Ka'ab bin Malik berkata, "Apabila Nabi Muhammad saw. pulang dari bepergian, beliau terlebih masuk ke masjid, lalu shalat di sana.'"[45]
 

(Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya potongan dari hadits Jabir yang akan disebutkan pada Kitab ke-34 'al-Buyu", Bab ke-34.")

 


Bab Ke-60: Apabila Masuk Masjid Hendaklah Shalat Dua Rakaat
 

246. Abu Qatadah as-Salami berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, "Apabila salah seorang di antaramu masuk masjid, hendaklah ia shalat dua rakaat sebelum duduk." (Dalam satu riwayat: "Janganlah ia duduk sehingga shalat dua rakaat." 2/51)

 


Bab Ke-61: Hadats di Dalam Masjid
 

(Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Abu Hurairah yang tersebut pada Kitab ke-10 'al-Adzan', Bab ke-30.")
 


Bab Ke-62: Membangun Masjid

 

Abu Said berkata, "Atap masjid terbuat dari pelepah-pelepah pohon kurma."[46]
 

Umar menyuruh membangun masjid dan berkata, "Lindungilah manusia (yang berjamaah di dalamnya) dari hujan. Jangan sekali-kali diwarnai merah atau kuning karena hal itu dapat menyebabkan orang-orang tergoda (tidak khusuk)."[47]
 

Anas mengatakan, "Banyak orang yang akan bermegah-megahan dalam mendirikan masjid, tetapi mereka tidak memakmurkannya (meramaikannya) melainkan sedikit"[48]
 

Ibnu Abbas berkata, "Sesungguhnya, kalian akan bersungguh-sungguh menghiasi masjid-masjid kalian seperti orang-orang Yahudi dan Kristen menghiasi (gereja dan rumah ibadah mereka)."[49]
 

247. Abdullah (bin Umar) berkata bahwa masjid pada zaman Rasulullah saw dibangun dengan batu bata, atapnya dengan pelepah korma, dan tiangnya dengan batang pohon korma. Abu Bakar r.a. tidak menambahnya sedikit pun. Umar r.a. menambahnya dan membangun masjid seperti bangunan di masa Rasulullah saw dengan batu bata dan pelepah korma, dan mengganti tiangnya dengan kayu. Selanjutnya, Utsman r.a. mengubahnya dan melakukan penambahan yang banyak. Ia membangun dindingnya dengan batu yang diukir dan dibuat pola tertentu. Ia menjadikan tiang nya dari batu yang diukir dan atapnya dari kayu jati.
 

 

Bab Ke-63: Tolong-menolong dalam Membangun (Memakmurkan) Masjid. Firman Allah, "Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan masjid-masjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam neraka. Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut kepada (siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk." (at-Taubah: 17-18)
 

248. Ikrimah berkata, "Ibnu Abbas berkata kepadaku dan kepada anakku, yaitu Ali, 'Berangkatlah kamu berdua ke rumah Abu Sa'id, lalu dengarlah apa yang diceritakannya.' Kami berdua pergi kepadanya dan kami dapati dia [dan saudaranya, 3/207] sedang dalam kebun membersihkan kebun itu. [Setelah melihat kami, dia datang] lalu diambilnya selendangnya dan ia duduk dengan berpegang lutut. Dia mulai bercerita kepada kami hingga sampai menyebutkan pembangunan masjid. Ia berkata, 'Kami dahulu membawa [batu bata masjid] satu demi satu dan Ammar membawa dua-dua batu bata, lalu Nabi Muhammad saw melihatnya dan beliau menghilangkan debu darinya (dalam satu riwayat: beliau mengusap debu dari kepalanya) seraya bersabda, 'Kasihan Ammar, ia akan dibunuh oleh golongan yang zalim, padahal ia mengajak mereka ke surga, sedangkan mereka mengajaknya ke neraka.' Ammar menjawab, 'Aku berlindung kepada Allah dari fitnah-fitnah itu.'"
 

 

Bab Ke-64: Meminta Pertolongan Kepada Tukang Kayu dan Ahli Bangunan untuk Mendirikan Tiang-Tiang Mimbar dan Masjid
 

249. Jabir berkata bahwa seorang wanita berkata, "Wahai Rasulullah, dapatkah aku membuatkan sesuatu untukmu yang dapat engkau duduk di atasnya karena aku mempunyai seorang budak yang merupakan seorang tukang kayu?" Beliau bersabda, "Jika kamu mau, bolehlah." Perempuan itu lalu membuatkan tempat duduk yang berupa mimbar.

 


Bab Ke-65: Orang yang Mendirikan Masjid
 

250. Ubaidillah al-Khaulani mendengar ucapan Utsman bin Affan r.a. ketika ia mendengar perkataan orang-orang di kala membangun masjid Rasulullah saw., "Sesungguhnya, kamu telah berbuat banyak dan sesungguhnya aku mendengar Rasulullah saw bersabda, 'Barang siapa yang membangun masjid-Bukair berkata, 'Aku kira beliau bersabda'-karena mengharapkan keridhaan Allah, Allah akan membangunkan untuknya yang seperti itu di surga.'"
 

 

Bab Ke-66: Memegang Mata Panah dengan Tangan Sewaktu Lewat di Masjid
 

251. Jabir bin Abdullah berkata, "Seorang laki-laki lewat di masjid sambil membawa panah [dengan menampakkan mata panah/bagian tajamnya 8/190] lalu Rasulullah saw bersabda kepadanya, 'Peganglah mata panahnya [jangan sampai menggores orang muslim].' [Dia menjawab, 'Ya, aku laksanakan.']"
 

 

Bab Ke-67: Lewat di Masjid
 

252. Abu Musa berkata bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, "Barangsiapa yang lewat pada sesuatu dari masjid-masjid kami atau pasar kami dengan anak panah, hendaklah ia pegang mata panahnya; janganlah ia melukai muslim dengan telapaknya." (Dalam satu riwayat: "Jangan sampai ada sesuatu darinya yang menimpa salah seorang muslim." 8/90)
 

 

Bab Ke-68: Bersyair di Dalam Masjid
 

253. Abu Salamah bin Abdurrahman bin Auf mendengar Hassan bin Tsabit al Anshari meminta kesaksian kepada Abu Hurairah r.a. (dan dari jalan Said ibnul Musayyab, berkata, "Umar lewat di masjid dan Hasan sedang bersenandung. Hassan berkata (kepada Umar yang memelototinya), 'Aku pernah bersenandung (bersyair) di dalamnya, sedangkan di sana ada orang yang lebih baik daripada engkau.' Hassan lalu menoleh kepada Abu Hurairah seraya berkata, 4/79), ['Hai Abu Hurairah, 7/109], aku meminta kepadamu dengan nama Allah, apakah kamu mendengar Rasulullah saw. bersabda, 'Wahai Hassan, jawablah dari Rasulullah saw (dalam satu riwayat: jawablah dariku). 'Wahai Allah, kuatkanlah ia dengan ruh suci (Jibril).' Abu Hurairah menjawab, 'Ya.'"
 

 

Bab Ke-69: Orang-Orang yang Bermain Tombak (Anggar) di Dalam Masjid
 

(Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Aisyah yang tercantum pada Kitab ke-12 'al-Idaini', Bab ke-2.")
 

 

Bab Ke-70: Menyebutkan Jual Beli di Atas Mimbar di Dalam Masjid


(Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnad nya hadits Aisyah dalam masalah pemerdekaan Barirah yang tercantum pada Kitab ke-24 'al-Buyu", Bab ke-73.")

 


Bab Ke-71: Menagih Utang dan Memberi Ketetapan di Masjid


254. Ka'ab bin Malik berkata bahwa ia beperkara utang dengan [Abdullah, 3/ 92] Ibnu Abi Hadrad [al-Aslami] [pada masa Rasulullah saw., 1/121] di masjid, [lalu ia mendesaknya, kemudian keduanya bersitegang]; suara keduanya keras hingga terdengar oleh Rasulullah saw. yang sedang berada di rumah beliau. Beliau keluar menemui keduanya sehingga terbukalah tirai kamar beliau. Beliau memanggil [Ka'ab bin Malik, 3/ 172], "Hai, Ka'ab." Ia menjawab, "Ya, wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Lunasilah sebagian dari utangmu ini." Beliau memberi isyarat kepadanya [dengan tangan beliau], yakni separonya. Ia menjawab, 'Telah aku lakukan, wahai Rasulullah". Beliau bersabda, "Berdirilah, lalu tunaikanlah." [Lalu ia mengambil separo utangnya dan membiarkan yang separonya].

 


Bab Ke-72: Menyapu Masjid, Memunguti Sobekan Kain, Kotoran, dan Kayu-kayuan Harum-haruman
 

255. Abu Hurairah berkata bahwa seorang laki-laki hitam atau wanita hitam penyapu masjid [aku tidak mengetahuinya kecuali seorang wanita],[50] lalu ia meninggal [sedang Nabi Muhammad saw. tidak mengetahui kematiannya, 2/ 92], lalu beliau menanyakannya [seraya bersabda, "Apa yang dilakukan orang-orang itu?"] Mereka manjawab, "Meninggal." Nabi Muhammad saw menimpali, "Mengapa kamu tidak memberitahukan kepadaku? Tunjukkanlah kuburannya (dengan dhamir/kata ganti "hi" (untuk laki-laki)) kepadaku!" Atau, beliau bersabda, "Atau kuburannya (dengan kata ganti untuk wanita)." Beliau lalu datang ke kuburnya dan menshalatinya.

 


Bab Ke-73: Diharamkannya Jual Beli Khamr di Masjid
 

256. Aisyah r.a. berkata, "Ketika diturunkan ayat-ayat [terakhir, 3/11] dari surah al-Baqarah tentang riba, Nabi Muhammad saw keluar ke masjid. Beliau lalu membacakannya kepada orang-orang dan beliau mengharamkan berdagang khamr"

 


Bab Ke-74: Pelayan-Pelayan untuk Kepentingan Masjid
 

Ibnu Abbas berkata mengenai ayat (tentang perkataan istri Imran), "Aku nazarkan untuk Mu (ya Allah) anak yang ada dalam kandunganku," ialah untuk melayani kepentingan masjid.[51]
 

(Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abu Hurairah yang telah disebutkan dua bab sebelumnya.")
 

 

Bab Ke-75: Orang yang Menjadi Tawanan atau Bermasalah Diikat di Masjid
 

(Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abu Hurairah pada Kitab ke 21 'al-Amal fish Shalah', Bab ke-10.")
 

 

Bab Ke-76: Mandi Ketika Masuk Islam dan Mengikat Seorang Tawanan di Masjid


Syuraih memerintahkan agar orang yang bermasalah ditahan (diikat) di tiang masjid.[52]
 

(Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abu Hurairah yang tercantum pada Kitab ke-64 'al-Maghazi', Bab ke-72.")
 

 

Bab Ke-77: Membuat Kemah di Masjid untuk Orang-Orang Sakit dan Lainnya


(Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Aisyah yang tertera pada Kitab ke-64 'al-Maghazi', Bab ke-72.")

 


Bab Ke-78: Memasukkan Unta ke dalam Masjid Karena Sakit
 

Ibnu Abbas berkata, "Nabi Muhammad saw melakukan thawaf dengan menaiki unta."[53]
 

257. Ummu Salamah berkata, "Aku mengadu kepada Rasulullah saw bahwa aku sakit. Beliau bersabda, 'Thawaflah di belakang orang-orang dan kamu naik kendaraan.' (Dalam satu riwayat darinya: Rasulullah saw bersabda kepadanya-ketika itu beliau berada di Mekah dan hendak keluar-, 'Apabila telah diiqamati shalat subuh, berthawaflah di atas unta mu ketika orang-orang sedang shalat, 2/65-1661). Aku lalu thawaf dan Rasulullah saw sedang shalat di samping Baitullah seraya membaca ath-Thuur wa Kitaabim Masthuur." [Ummu Salamah tidak melakukan shalat sehingga dia keluar.]

 


Bab Ke-79: Pintu Kecil dan Jalan Berlalu dalam Masjid
 

258. Abu Sa'id al-Khudri berkata, "Nabi Muhammad saw berkhotbah [kepada orang banyak, 4/253] dan beliau bersabda, 'Sesungguhnya, Allah menyuruh hamba Nya untuk memilih antara [diberi kemewahan] dunia dan apa yang ada di sisi-Nya, lalu hamba itu memilih apa yang ada di sisi Allah.' Abu Bakar r.a. menangis [dan berkata, 'Kami tebus dirimu dengan bapak dan ibu kami.'] Aku berkata dalam hati, 'Apakah yang menjadikan Tuan ini menangis? Jika Allah menyuruh seorang hamba untuk memilih antara [diberi kemewahan] dunia dan apa yang ada di sisi-Nya, lalu hamba itu memilih apa yang ada di sisi Allah [dan dia berkata, 'Kami tebus dirimu dengan bapak dan ibu kami,'] sedang Rasulullah saw itu adalah seorang hamba, padahal Abu Bakar itu adalah orang yang terpandai di antara kami.' Beliau bersabda, 'Wahai Abu Bakar, janganlah kamu menangis. Sesungguhnya, orang yang paling dermawan atasku dalam berteman dan hartanya adalah Abu Bakar. Seandainya aku boleh mengambil khalil (kekasih dalam arti khusus) [selain Tuhanku] dari umatku, niscaya aku mengambil Abu Bakar. Akan tetapi, persaudaraan (dalam satu riwayat: kekhalilan) Islam dan kasih sayangnya tidak membiarkan pintu (dalam satu riwayat: pintu kecil) di masjid melainkan ditutup kecuali pintu (dalam riwayat lain: pintu kecil) Abu Bakar.'"
 

259. Ibnu Abbas r.a. berkata, "Rasulullah saw di kala sakit, yang beliau wafat dalam sakit itu, keluar dengan mengikat kepala beliau dengan potongan kain. Beliau duduk di mimbar lalu beliau memuji dan menyanjung Allah, kemudian beliau bersabda, 'Tidak ada seorang pun yang lebih dermawan terhadapku dalam jiwa dan hartanya daripada Abu Bakar bin Abu Quhafah. Seandainya aku mengambil kekasih dari manusia niscaya aku mengambil Abu Bakar sebagai kekasih. Akan tetapi, persahabatan Islam lebih utama.' (Dalam satu riwayat: 'Akan tetapi, dia adalah saudaraku dan sahabatku.' 4/19]." Dalam riwayat lain dari Ibnu Abbas, "Adapun ucapan Rasulullah saw., 'Seandainya aku mengambil kekasih dari umat ini niscaya aku ambil Abu Bakar, tetapi persaudaraan Islam itu lebih utama atau lebih baik,' maka beliau mengucapkan yang demikian ini karena beliau menempatkan atau menetapkan Abu Bakar sebagai ayah (mertua).' 8/7) 'Tutuplah dariku setiap pintu di masjid ini kecuali pintu Abu Bakar.'"

 


Bab Ke-80: Pintu-Pintu dan Kunci-Kunci Ka'bah serta Masjid


260. Ibnu Juraij berkata, "Ibnu Abi Mulaikah berkata kepadaku, 'Wahai Abdul Malik, aku ingin kamu telah melihat masjid Ibnu Abbas dan pintu-pintunya.'"
 

(Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Umar yang tercantum pada Kitab ke-56 'al-Jihad', Bab ke-127.")
 

 

Bab Ke-81: Masuknya Orang Musyrik ke Dalam Masjid
 

(Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnad-nya hadits Abu Hurairah yang tercantum pada Kitab ke-64 'al-Maghazi', Bab ke-72.")
 

 

Bab Ke-82: Mengeraskan Suara di Dalam Masjid
 

261. Saib bin Yazid berkata, "Aku sedang berdiri di masjid, lalu ada seorang laki-laki melempariku dengan beberapa batu kecil. Aku melihat ke arahnya, ternyata orang itu adalah Umar ibnul Khaththab. Ia berkata, 'Pergilah, kemudian bawalah kedua orang itu ke sini!' Aku membawa kedua orang itu kepadanya. Umar berkata, 'Siapakah Anda berdua ini?' Atau, ia berkata, 'Dari manakah Anda berdua ini?' Mereka menjawab, 'Kami penduduk Thaif.' Umar berkata, 'Seandainya Anda berdua penduduk negeri ini niscaya aku pukul Anda. Pantaskah Anda berdua mengeraskan suara di masjid Rasulullah saw.?'"

 

 

Bab Ke-83: Pertemuan-Pertemuan Keagamaan Berbentuk Lingkaran dan Duduk di Dalam Masjid


262. Ibnu Umar berkata, "Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi Muhammad saw ketika beliau [sedang di masjid] di atas mimbar [berkhotbah kepada orang banyak], 'Bagaimanakah shalat malam itu?' Beliau bersabda, 'Dua (rakaat) dua (rakaat). Jika takut kedahuluan subuh, shalat satu rakaat sebagai witir shalat yang sudah dikerjakan.' Dia berkata, 'Jadikanlah akhir shalatmu di malam hari itu witir karena Nabi Muhammad saw memerintahkan demikian.'" (Dalam satu riwayat: "Apabila engkau takut didahului masuknya waktu subuh, shalatlah satu rakaat sebagai witir bagi shalat yang sudah engkau kerjakan.")
 

 

Bab Ke-84: Berbaring di Masjid dan Menjulurkan Kaki
 

263. Paman Abbad bin Tamim pernah melihat Rasulullah saw. telentang di masjid sambil meletakkan salah satu kaki beliau di atas yang lain


264. Sa'id ibnul Musayyab berkata "Umar dan Utsman juga pernah melakukan hal yang seperti itu."
 

 

Bab Ke-85: Masjid yang Ada di Jalan dengan Tidak Mengganggu Orang Banyak


Al Hasan, Ayyub, dan Malik mengatakan begitu (yakni masjid di pinggir jalan hendaknya tidak mengganggu orang banyak).[54]
 

 

Bab Ke-86: Shalat di Masjid Pasar


Ibnu Aun shalat di masjid yang ada di rumahnya dan pintunya ditutup sehingga tidak dapat dimasuki oleh orang banyak.[55]
 

265. Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Nabi Muhammad saw., bersabda, "Shalat jamaah melebihi atas shalat seseorang di rumahnya dan di pasarnya dengan dua puluh lima derajat. Sesungguhnya, salah seorang di antaramu apabila berwudhu dengan baik lalu datang ke masjid hanya karena mau shalat, tidaklah ia melangkahkan satu langkah melainkan Allah menaikkan derajatnya satu derajat dan menghapuskan satu kesalahan darinya sampai ia masuk masjid. Apabila ia masuk masjid, ia (dinilai dan diberi pahala seperti) berada dalam shalat selama ia bertahan karenanya dan malaikat memohonkan rahmat selama ia di dalam majelisnya yang mana ia shalat di dalamnya dan malaikat itu mengucapkan, 'Ya Allah, ampunilah ia, ya Allah sayangilah ia,' selama ia belum berhadats.'"

 


Bab Ke-87: Menyilangkan Jari-Jari Tangan (Memasukkan Sela-Sela Jari Tangan Satu ke Dalam Sela-Sela Jari Tangan yang Lain) di Dalam Masjid dan di Luar Masjid
 

266. Ibnu Umar atau Ibnu Amr berkata, "Nabi Muhammad saw menjalinkan jari-jari beliau."[56]
 

Abdullah (Ibnu Umar)[57] berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, "Wahai Abdullah bin Amr, bagaimana keadaanmu kalau kamu berada di antara endapan (ampas) orang-orang seperti ini...?"[58]
 

267. Abu Musa r.a. berkata bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, "Sesungguhnya, orang mukmin bagi orang mukmin lain seperti sebuah bangunan di mana sebagiannya menguatkan sebagian yang lain," dan beliau menjalinkan (menyilangkan) jari-jarinya.
 

268. Abu Hurairah r.a. berkata, "Rasulullah saw shalat bersama kami dalam salah satu dari dua shalat petang hari [zhuhur atau ashar, 2/66]." Ibnu Sirin berkata, "Abu Hurairah menyebutkan jenis shalat itu, tetapi aku lupa." Muhammad (bin Sirin) berkata, "[Dugaan berat aku adalah shalat ashar, 2/66, dan dalam satu riwayat: zhuhur, 7/85]."[59] Abu Hurairah berkata, "Beliau shalat bersama kami dua rakaat, kemudian beliau salam, lalu beliau berdiri pada kayu yang melintang di [bagian depan] masjid, kemudian beliau bersandar padanya seolah-olah beliau marah. Beliau meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri, menjalin antara jari-jari, dan meletakkan pipi kanan di atas bagian luar dari telapak tangan kiri beliau, dan keluarlah orang-orang yang bersegera dari pintu masjid. Mereka berkata, '[Apakah] shalat sudah diringkas?' Adapun di kalangan kaum itu [pada waktu itu] ada Abu Bakar dan Umar, tetapi mereka takut untuk menyatakannya. Di antara kaum itu ada seorang laki-laki yang kedua tangannya panjang yang disebut (dalam satu riwayat: Nabi Muhammad saw biasa memanggilnya) Dzulyadain, dia berkata, 'Wahai Rasulullah, apakah engkau lupa ataukah memang shalat sudah diqashar (diringkas)?' Beliau bersabda, 'Aku tidak lupa dan tidak pula shalat itu diqashar.' [Dzulyadain berkata, 'Bahkan, engkau lupa, wahai Rasulullah.'] Beliau bertanya (kepada orang banyak), 'Apakah (benar) sebagaimana yang dikatakan oleh Dzulyadain?' Mereka menjawab, 'Ya.' [Beliau bersabda, 'Benar Dzulyadain.' Beliau lalu berdiri], kemudian beliau maju dan shalat akan apa yang tertinggal [dalam satu riwayat: dua rakaat lagi, 8/133], kemudian beliau salam, kemudian beliau bertakbir dan sujud seperti sujudnya atau lebih lama. Beliau lalu mengangkat kepala dan bertakbir, kemudian bertakbir dan sujud seperti sujudnya atau lebih lama. Beliau lalu mengangkat kepala dan bertakbir.'" Bisa jadi, mereka bertanya, "Kemudian beliau salam?"[60] Ibnu Sirin berkata, "Kami mendapat informasi bahwa Imran bin Hushain berkata, 'Beliau lalu salam.'"
 

 

Bab Ke-88: Masjid-Masjid yang Terdapat di Jalan-Jalan Madinah dan Tempat-Tempat yang Ditempati Nabi Muhammad saw. Shalat
 

269. Musa bin Uqbah berkata, "Aku pernah melihat Salim bin Abdullah mencari-cari beberapa tempat di jalan tertentu, lalu ia shalat di tempat-tempat itu dan memberitahukan bahwa ayahnya pernah shalat di tempat-tempat itu dan ayahnya pernah melihat Nabi Muhammad saw. shalat di tempat itu." Nafi' memberitahukan kepadaku dari Ibnu Umar bahwasanya ia mengerjakan shalat di tempat-tempat itu. Aku bertanya pula kepada Salim, maka aku tidak mengetahuinya melainkan cocok dengan apa yang diterangkan Nafi' mengenai letak tempat tempat itu seluruhnya, hanya saja mereka berbeda pendapat mengenai masjid yang terletak di Syaraf ar-Rauha'."
 

270. Nafi' berkata bahwa Abdullah memberitahukan kepadanya bahwa Rasulullah saw. singgah di bani Dzul Khulaifah ketika beliau umrah dan ketika beliau haji, di bawah pohon yang berduri di kawasan masjid yang ada di Dzul Khulaifah. Apabila beliau pulang dari suatu peperangan atau ketika pulang dari haji atau umrah, beliau turun dari perut suatu lembah (yakni Wadil Atiq) di jalan itu. Apabila beliau muncul dari suatu lembah, beliau menderumkan (unta) di tempat mengalirnya air di tebing lembah timur. Beliau tiba di sana di malam hari sampai masuk waktu subuh, tidak di masjid yang ada batunya dan tidak pula di bukit yang ada masjidnya. Di sana, ada celah di mana Abdullah shalat; di lembahnya ada tumpukan pasir, di sana Rasulullah saw shalat, lalu tumpukan pasir itu hanyut oleh banjir di tempat mengalirnya air, sehingga menimbuni tempat yang dipakai shalat oleh Abdullah.
 

271. Abdullah berkata bahwa Nabi Muhammad saw shalat di masjid kecil yang lebih kecil daripada masjid di dataran tinggi Rauha'. Abdullah mengetahui tempat yang dipergunakan shalat oleh Nabi Muhammad saw. Ia berkata, "Di sana, di sebelah kananmu ketika kamu berdiri shalat di masjid itu. Masjid itu di pinggir sebelah kanan, manakala kamu pergi ke Mekah. Jaraknya dengan masjid besar adalah satu lemparan batu atau yang semisal itu."
 

272. Abdullah bin Umar shalat di lembah Irquzh-Zhibyah yang ada di ujung Rauha'. Lembah itu penghabisan ujungnya di pinggir jalan di bawah masjid yang terletak di antaranya dengan ujung Rauha' di kala kamu pergi ke Mekah dan di sana telah dibangun masjid. Abdullah tidak shalat di masjid itu. Ia meninggalkannya dari sebelah kiri dan sebelah belakangnya, dan ia shalat di mukanya sampai ke lembah itu sendiri. Abdullah pulang dari Rauha' dan ia tidak shalat zhuhur sehingga tiba di tempat itu, lalu dia shalat zhuhur di sana. Apabila ia datang dari Mekah, jika ia melewatinya sesaat sebelum subuh atau di akhir waktu sahur, ia singgah sehingga ia shalat subuh di sana.
 

273. Abdullah berkata bahwa Nabi Muhammad saw. singgah di bawah pohon besar dekat Ruwaitsah di sebelah kanan jalan, yakni jalan tembus di tempat yang rendah dan datar sehingga ia keluar dari bukit kecil di bawah dua mil dari Ruwaitsah. Bagian atasnya telah runtuh dan gugur ke jurangnya dan bagian itu ada di belakang, dan di belakang itu pula terdapat banyak puing.

 

274. Nafi' berkata bahwa Nabi Muhammad saw shalat di ujung saluran air di belakang Araj.[61] Ketika Anda pergi ke dataran tinggi, di sebelah masjid itu terdapat dua atau tiga kuburan. Di atas kuburan itu ada batu nisan, di sebelah kanan jalan, di sebelah bebatuan jalan, di antara bebatuan itu Abdullah pulang dari Araj setelah matahari tergelincir di siang hari, lalu ia shalat zhuhur di masjid itu.
 

275. Abdullah bin Umar bercerita kepadanya (Nafi') bahwa Rasulullah saw singgah di pohon-pohon di kiri jalan di tempat saluran dekat Harsya.[62] Saluran itu lekat dengan (terletak di) ujung Harsya, antara dia dengan jalan dekat dari sasaran panah (jaraknya sekitar dua per tiga mil). Abdullah shalat di bawah pohon yang terdekat dari jalan dan itulah pohon yang paling tinggi.
 

 

276. Dulu, Nabi Muhammad saw singgah di saluran yang terdekat dengan Zhahran[63] ke arah Madinah ketika beliau singgah di Shafrawat.[64] Beliau singgah di saluran itu di sebelah kiri jalan di kala kamu pergi ke Mekah. Antara tempat tinggal Rasulullah saw dan jalan itu hanya satu lemparan batu.
 

277. Abdullah bin Umar bercerita kepada Nafi' bahwasanya Nabi Muhammad saw singgah di Dzi Thuwa[65] dan bermalam sampai pagi. Beliau lalu shalat subuh ketika tiba di Mekah. Mushalla Rasulullah saw di bukit yang besar. Di sana, tidak ada masjid yang dibangun, tetapi mushalla nya di bawah bukit yang besar.
 

278. Abdullah bin Umar bercerita kepada Nafi' bahwa Nabi Muhammad saw. menghadap dua tempat masuk gunung yang terletak di antara gunung itu dan gunung tinggi yang menuju Ka'bah. Beliau memposisikan masjid yang dibangun di sana berada di sebelah kiri masjid yang berada di ujung bukit Mushalla (tempat shalat) Nabi Muhammad saw lebih bawah darinya di atas bukit hitam, yang jaraknya dari bukit itu sekitar sepuluh hasta. Beliau lalu shalat dengan menghadap dua tempat rnasuk yang ada antara kamu dan Ka'bah.[66]
 


 

Bab-Bab Sutrah Orang yang Shalat

 

 

Bab Ke-89: Sutrah (Sasaran/Pembatas) Imam adalah Juga Sutrah Orang yang di Belakangnya
 

279. Ibnu Umar r.a. mengatakan bahwa Rasulullah ketika keluar pada hari raya (dalam satu riwayat: pada hari Idul Fitri dan Idul Adha [2/7] ke mushalla/ lapangan tempat shalat Id 2/8), beliau memerintahkan kepada kami untuk meletakkan tombak di hadapan beliau. (Dalam satu riwayat: beliau biasa pergi ke mushalla dan dibawakan tombak. Lalu, ditancapkan di hadapan beliau. Dalam riwayat lain: ditegakkan di hadapan beliau 1/127). Lalu, beliau shalat dengan menghadap kepadanya, sedang orang-orang di belakang beliau. Beliau berbuat demikian itu dalam perjalanan. Karena itulah, para amir mengambilnya (melakukannya).
 

 

Bab Ke-90: Berapakah Seyogianya Jarak Antara Orang yang Shalat dan Sutrahnya
 

280. Sahl r.a. berkata, "Antara tempat shalat Rasulullah[67] dan dinding (dan dalam satu riwayat: jarak antara dinding masjid ke arah kiblat dengan mimbar 8/154)[68] adalah kira-kira jalan tempat lewatnya kambing."
 

281. Salamah r.a. berkata, "Dinding masjid di sisi mimbar itu hampir-hampir seekor biri-biri saja tidak dapat melaluinya."[69]
 

 

Bab Ke-91: Shalat Menghadapi Tombak Pendek sebagai Sutrah
 

(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Umar yang disebutkan pada nomor 279 tadi.")
 

 

Bab Ke-92: Shalat Menghadapi Tongkat
 

 

Bab Ke-93: Sutrah di Mekah dan Lain-Lainnya
 

(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Juhaifah yang disebutkan pada nomor 211 di muka.")
 

 

Bab Ke-94: Shalat dengan Menghadapi Pilar-Pilar
 

Umar berkata, "Orang-orang yang shalat lebih berhak untuk shalat di belakang pilar-pilar masjid daripada orang-orang yang berbicara."[70]
 

Umar juga pernah melihat seseorang shalat di antara dua pilar. Lalu, dia memindahkannya ke dekat sebuah pilar dan menyuruhnya supaya shalat di belakangnya.[71]
 

282. Yazid bin Ubaid berkata, "Saya bersama-sama dengan Salamah bin Akwa' dan dia shalat pada tiang yang ada di sebelah mushaf. Lalu saya berkata kepadanya, 'Wahai Abu Muslim, saya melihatmu selalu shalat pada tiang ini.' Ia menjawab, 'Sesungguhnya saya melihat Rasulullah selalu shalat padanya.'"
 

 

Bab Ke-95: Mendirikan Shalat yang Bukan Jamaah di Antara Pilar-Pilar
 

(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Umar yang akan disebutkan pada '56 - Al-Jihad / 127 - BAB'").
 

 

Bab Ke-96:
 

283. Nafi' mengatakan bahwa Abdullah apabila memasuki Ka'bah, dia terus berjalan ke muka dan meninggalkan pintu Ka'bah di belakangnya. Dia berjalan terus sehingga dinding yang ada di hadapannya hanya berada lebih kurang tiga hasta darinya. Dia shalat di mana Nabi saw pernah shalat, sebagaimana diceritakan Bilal kepadanya. Ibnu Umar berkata, "Tidak ada persoalan bagi seseorang di antara kita untuk shalat di sembarang tempat di Ka'bah."
 

 

Bab Ke-97: Shalat Menghadap Kendaraan, Unta, Pohon, dan Pelana
 

284. Dari Nafi' dari Ibnu Umar dari Nabi saw bahwa beliau menjadikan kendaraan beliau sebagai sasaran (sutrah) shalat. Lalu, beliau shalat menghadap kepadanya. Saya bertanya, "Apakah kamu melihat apabila kendaraan itu bergerak?" Ia menjawab, "Beliau mengambil kendaraan kecil, ditegakkannya. Lalu, beliau shalat di bagian belakangnya." Umar melakukannya seperti itu.
 

 

Bab Ke-98: Shalat Menghadapi Ranjang
 

(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Aisyah yang akan disebutkan pada nomor 288.")
 

 

Bab Ke-99: Orang yang Shalat Menolak Orang yang Lewat di Depannya
 

Ibnu Umar menolak orang yang lewat di depannya ketika sedang bertasyahud dan sewaktu di dalam Ka'bah. Dia pernah berkata, "Jika ia tidak mau kecuali engkau perangi, maka perangilah ia!"

 

285. Abu Sa'id Al-Khudri mengatakan bahwa ia shalat di hari Jumat pada sesuatu yang menutupinya dari manusia. Seorang pemuda dari bani Abu Muaith akan lewat di depannya. Abu Said menolak dadanya. Maka, pemuda itu melihat. Namun, ia tidak mendapat jalan selain di depannya. Lalu, ia kembali untuk melewatinya. Namun, Abu Said menolak lebih keras daripada yang pertama. Maka, ia mendapat (sesuatu yang tidak menyenangkan-penj.) dari Abu Sa'id. Kemudian ia datang kepada Marwan, mengadukan apa yang ia jumpai dari Abu Sa'id. Abu Sa'id datang pula kepada Marwan di belakangnya, lalu Marwan bertanya, "Ada apakah kamu dan anak saudaramu, hai Abu Said?" Abu Sa'id menjawab, "Saya mendengar Nabi bersabda, 'Apabila salah seorang di antaramu sedang shalat dengan ada sesuatu yang menutupinya dari orang banyak, lalu ada seseorang yang akan lewat di depannya, maka tolaklah ia.' (Dan dalam satu riwayat: 'Apabila ada sesuatu yang hendak lewat di depan seseorang di antara kamu ketika ia sedang shalat, maka hendaklah ia mencegahnya. Jika tidak mau, maka hendaklah ia mecegahnya lagi.' 4192). Jika ia enggan, maka perangilah ia, karena sesungguhnya ia adalah setan.'"
 

 

Bab Ke-100: Dosa Orang yang Berjalan di Depan Orang Shalat
 

286. Busr bin Abi Sa'id mengatakan bahwa Zaid bin Khalid menyuruhnya menemui Abu Juhaim. Ia perlu menanyakan kepadanya, apa yang pernah ia dengar dari Rasulullah mengenai orang yang berjalan di depan orang yang sedang mengerjakan shalat. Kemudian Abu Juhaim berkata, "Rasulullah bersabda, 'Seandainya orang yang lewat di muka orang yang sedang shalat itu mengetahui dosa yang dibebankan kepadanya, niscaya ia berdiri empat puluh lebih baik daripada ia lewat di depannya."' Abu Nadhar (perawi) berkata, "Saya tidak mengetahui, apakah beliau bersabda empat puluh hari, atau empat puluh bulan, atau empat puluh tahun."
 

 

Bab Ke-101: Seseorang Menghadap Seseorang yang Shalat
 

Utsman benci bila seseorang menghadap seseorang yang sedang shalat, kalau hal itu akan memecah perhatiannya. Apabila tidak menimbulkan efek tersebut, maka Zaid bin Tsabit berkata, "Aku tidak peduli, karena orang laki-laki tidaklah membatalkan shalat laki-laki lain."[72]
 

287. Dari Masruq dari Aisyah bahwa hal-hal yang membatalkan shalat disebutkan di sisinya. Mereka mengatakan, "Shalat menjadi batal jika seekor anjing, keledai, atau seorang wanita (lewat di depan orang yang shalat itu)." Aisyah berkata, "Anda sekalian telah menjadikan kami (kaum wanita) sama dengan anjing. (dalam satu riwayat: Anda samakan kami [dalam satu jalan: sungguh jelek Anda samakan kami] dengan himar dan anjing. Demi Allah), sesungguhnya saya melihat Nabi saw. shalat sedang saya berada di antara beliau dan kiblat. (Dalam satu riwayat: sedang kedua kakiku di arah kiblat beliau), dan saya berbaring (dalam satu riwayat: tidur) di tempat tidur. (Dalam satu riwayat: Lalu Nabi datang. Kemudian berada di tengah-tengah tempat tidur, lalu shalat 1/29). Maka, saya membutuhkan sesuatu. Tetapi, saya tidak suka menghadap beliau karena dapat mengganggu beliau (dan dalam satu riwayat: mengacaukan pikiran beliau). Maka, saya menyelinap turun dari arah kaki ranjang, sehingga saya menyelinap dari selimut saya.'"
 

 

Bab Ke-102: Shalat di Belakang Orang yang Tidur
 

(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari dengan isnadnya hadits Aisyah dalam bab berikut ini.")
 

 

Bab Ke-103: Shalat Tathawwu' (Sunnah) di Belakang Seorang Wanita
 

288. Aisyah istri Nabi saw. berkata, "Saya tidur di depan Rasulullah dengan kedua kakiku berada di arah kiblatnya. Apabila beliau sujud, beliau mendorongku. Lalu, aku menarik kedua kakiku. Apabia beliau berdiri, aku memanjangkan kembali kedua kakiku." Aisyah menambahkan, "Pada waktu itu tidak ada lampu di rumah."
 

 

Bab Ke-104: Orang yang Mengatakan, "Tidak Ada Sesuatu yang Dianggap Dapat Membatalkan Shalat."
 

289. Anak lelaki saudara Ibnu Syihab bertanya kepada pamannya tentang shalat, "Apakah dapat dibatalkan oleh sesuatu?" Dia menjawab, "Tidak dapat dibatalkan oleh sesuatu pun." Urwah bin Zubeir telah memberitahukan kepadaku bahwa Aisyah, istri Nabi saw. berkata, "Rasulullah bangun pada malam hari lalu mengerjakan shalat dan aku benar-benar dalam keadaan (tidur) melintang antara beliau dan arah kiblat pada kamar tidur keluarganya. Maka, ketika hendak witir, beliau membangunkan aku, lalu aku shalat witir (1/130)."
 

 

Bab Ke- 105: Jika Seseorang Membawa Seorang Anak Wanita Kecil Di Atas Lehernya Ketika Shalat
 

290. Abu Qatadah al-Anshari r.a. mengatakan bahwa Rasulullah sering shalat dengan membawa Umamah anak wanita Zainab putri Rasulullah yang menjadi istri Abul 'Ash bin Rabi'ah bin Abdi Syams (di pundak beliau 7/74). Apabila beliau sujud, beliau meletakkannya. Apabila beliau berdiri, beliau membawanya (menggendongnya)." (Dalam satu riwayat: "Apabila beliau ruku, maka beliau meletakkannya. Apabila beliau berdiri, beliau bawa berdiri.")
 

 

Bab Ke-106: Shalat dengan Menghadap Tempat Tidur yang Ditempati Seorang Wanita Haid
 

(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan sebagian dari hadits Maimunah yang telah disebutkan pada nomor 212.")
 

 

Bab Ke-107: Apakah Diperbolehkan Suami Menyentuh Istrinya di Waktu Sujud, Supaya Bisa Sujud dengan Sebaik-baiknya?
 

(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan sebagian dari hadits Aisyah yang tercantum pada nomor 288.")
 

 

Bab Ke-108: Wanita Dapat Memindahkan Hal-Hal yang Mengganggu / Membahayakan dari Orang yang Sedang Shalat
 

(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Mas'ud yang disebutkan pada nomor 144 di muka.")
 


Catatan Kaki:

 

[1] Ini adalah bagian dari hadits Ibnu Abbas yang panjang dan akan disebutkan secara maushul dengan lengkap pada Kitab ke-56 "al-Jihad", Bab ke-102.
 

[2] Di-maushul-kan oleh Imam Bukhari dalam "at-Tarikh" dan Abu Dawud dalam Sunan-nya dan lain-lainnya, dan disahkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban, dan itulah yang lebih akurat. Hal ini dijelaskan di dalam Fathul Bari dan Shahih Abi Dawud (643).
 

[3] Menunjuk kepada hadits Muawiyah bahwa dia bertanya kepada saudara perempuannya, Ummu Habibah, "Apakah Rasulullah saw. pernah melakukan shalat dengan mengenakan pakaian yang dipergunakannya ketika melakukan hubungan seksual?" Ummu habibah menjawab, "Pernah, apabila beliau tidak melihat adanya kotoran padanya." Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan disahkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban. Hadits ini aku takhrij di dalam Shahih Abi Dawud (390).
 

[4] Ini adalah bagian dari hadits yang diriwayatkan secara maushul pada Kitab ke-65 "at-Tafsir", Bab ke-9 "Bara'ah", Bab ke-2 dari hadits Abu Hurairah.
 

[5] Di-maushul-kan oleh penyusun pada hadits nomor 203.
 

[6] Yakni hadits yang diriwayatkannya mengenai menyelimutkan pakaian (dalam shalat), dan yang dimaksudkan boleh jadi haditsnya dari Salim bin Abdullah, dari ayahnya, yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan lain-lainnya, atau dari Sa'id dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Ahmad dan lain-lainnya. Tampaknya perkataan "Menyilangkan...." itu adalah perkataan penyusun (Imam Bukhari) sendiri.
 

[7] Di-maushul-kan penyusun sendiri dalam bab ini tanpa perkataan "Dan menyilangkan ...", dan hadits ini diriwayatkan oleh Muslim (2/158) dan Ahmad (6/342) dari Ummu Hani'.
 

[8] Di-maushul-kan oleh Nu'aim bin Hammad di dalam manuskrip (tulisan tangan) nya yang terkenal dari jalan Hisyam dari al-Hasan dengan lafal yang hampir sama dengannya, dan diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari jalan lain darinya, dan sanadnya sahih.
 

[9] Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq dengan sanad sahih darinya. Al-Hafizh berkata, "Perkataannya 'dengan kencing' itu, apabila alif-lam ('al-' pada lafal 'a-baul') berfungsi lil-jinsi (menunjukkan jenis kencing secara umum), dapat diartikan bahwa dia telah mencucinya sebelum mengenakannya, dan jika 'al-' itu berfungsi 'lil-'ahdi' (mengikat), yang dimaksud ialah kencing binatang yang boleh dimakan dagingnya karena az-Zuhri berpendapat bahwa kencing binatang ini suci (tidak najis)."
 

[10] Di-maushul-kan oleh Ibnu Sa'ad darinya.

 

*1*) Saya [Sofyan Efendi] berkata, "Silakan lihat catatan kaki hadits no.782."
 

[11] Hadits Ibnu Abbas di-maushul-kan oleh Tirmidzi dan lainnya. Hadits Jarhad di-maushul-kan oleh Malik dan Tirmidzi serta dihasankannya dan disahkan oleh Ibnu Hibban. Adapun hadits Muhammad bin Jahsy di-maushul-kan oleh Ahmad dan lain-lainnya. Pada semua isnad-nya terdapat pembicaraan, tetapi sebagiannya menguatkan sebagian yang lain, dan aku telah men-takhrij-nya di dalam "al-Misykat" (3112-3114) dan "al-Irwa'" (269).
 

[12] Di-maushul-kan oleh penyusun di sini dan akan disebutkan pada Kitab ke-55 "al-Washaayaa", Bab ke-26.
 

[13] Ini adalah bagian dari suatu kisah yang di-maushul-kan oleh penyusun pada Kitab ke-62 "al-Fadhaail", Bab ke-6.
 

[14] Ini adalah bagian dari suatu hadits yang di-maushul-kan oleh penyusun dalam beberapa tempat, di antaranya Kitab ke-56 "al-Jihad" dan disebutkan di sana pada Bab ke-12.

 

[15] Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq (5033) darinya dan aku katakan bahwa sanadnya sahih.
 

[16] Di dalam riwayat Abu Ya'la, redaksinya tertulis, "Dan, sebagian kami tidak mengetahui keberadaan sebagian yang lain." Silakan periksa bukuku Hijabul mar'atil Muslimah, hlm. 30, cetakan ketiga, terbitan al-Maktab al-Islami.

 

[17] Tambahan ini merupakan sisipan dari perkataan Ibnu Syihab, sebagaimana penjelasan al-Hafizh.
 

[18] Di-maushul-kan oleh Imam Ahmad, Muslim, dan lain-lainnya. Hadits ini aku takhrij dalam Shahih Abi Dawud (848) dan Irwa'ul Ghalil (375).
 

[19] Al-Hafizh tidak men-takhrij-nya.
 

[20] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah dan Sa'id bin Manshur dari dua jalan dari Abu Hurairah, yang keduanya saling menguatkan.
 

[21] Al-Hafizh tidak men-takhrij-nya.
 

[22] Pada hadits nomor 923 kitab ini disebutkan bahwa sebulan itu adakalanya tiga puluh hari dan adakalanya dua puluh sembilan hari. (Penj.)
 

[23] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah dari keduanya.
 

[24] Di-maushul-kan oleh Ibnu Qutaibah di dalam naskah tangannya dengan riwayat Nasa'i dan Ibnu Abi Syaibah.
 

[25] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah dan Said bin Manshur dengan sanad sahih darinya.
 

[26] Di-maushul-kan oleh penyusun pada bab sesudahnya dengan teks yang semakna dengannya dan diriwayatkan oleh Muslim dengan redaksi mu'allaq ini.
 

[27] Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq dan Ibnu Abi Syaibah dengan sanad sahih darinya dengan lafal, "Sesungguhnya, sahabat-sahabat Rasulullah saw. sujud sedang tangan mereka berada di dalam pakaian mereka, sedangkan seseorang dari mereka sujud di atas kopiah dan sorbannya."
 

[28] Ini adalah sebagian dari hadits Abu Humaid yang akan disebutkan secara lengkap dan maushul pada Kitab ke-10 "al-Adzan", Bab ke-144.
 

[29] Diriwayatkan secara maushul dari hadits Abu Ayyub (nomor 97), tanpa perkataan "buang air besar atau kencing" dan di-maushul-kan oleh Muslim (1/154) dengan tambahan ini.
 

[30] Ini adalah sebagian dari hadits tentang orang yang rusak shalatnya dari hadits Abu Hurairah dan penyusun me-maushul-kannya pada Kitab ke-79 "al-Isti'dzan", Bab ke-18.
 

[31] Imam Bukhari me-maushul-kannya pada Kitab ke-22 "as-Sahwu", Bab ke-88, tetapi tanpa perkataan "menghadapkan wajahnya ke arah orang banyak" karena perkataan ini terdapat dalam riwayat Imam Malik dalam al-Muwaththa' dari jalan Abu Sufyan, mantan budak Ibnu Abu Ahmad, dari Abu Hurairah. Akan tetapi, di situ disebutkan bahwa shalat tersebut adalah shalat ashar, dan isnad-nya sahih. Itu adalah riwayat penyusun (Imam Bukhari) dari riwayat Ibnu Sirin dari Abu Hurairah. Akan tetapi, aku terpaksa menjelaskan macam shalatnya ini sebagaimana akan Anda lihat nanti di sana, sehingga memungkinkan berpegang pada riwayat Abu Sufyan ini di dalam menguatkan riwayat Ibnu Sirin yang sesuai dengan ini. Wallahu a'lam.
 

[32] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah darinya dengan sanad sahih.
 

[33] Kemungkinan, ini adalah lafal hadits Abu Said al-Khudri karena pada lafal Abu Hurairah terdapat sedikit perubahan redaksi kalimat dan akan disebutkan sebentar lagi. Karena itu, aku tidak memberinya nomor urut di sini.
 

[34] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah yang semakna dengannya dalam suatu kisah.
 

[35] Al-Hafizh berkata, "Aku tidak melihatnya maushul."
 

[36] Di-maushul-kan oleh penyusun dari hadits Aisyah pada Kitab ke-23 "al Janaiz", Bab ke-61.
 

[37] Ini adalah bagian dari hadits yang panjang yang akan disebutkan secara maushul pada Kitab ke-96 "al-I'tisham", Bab ke-4.
 

[38] Di-mauhsul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah dari dua jalan dari Ali.
 

[39] Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq.
 

[40] Di-maushul-kan oleh al-Baghawi dalam al Ja'diyyat.
 

[41] Boleh jadi, ini adalah lafal hadits Ibnu Abbas karena lafal hadits Aisyah sedikit berbeda dengan ini dan akan disebutkan pada Kitab ke-23 "al-Janaiz", Bab ke-62. Karena itu, aku tidak memberinya nomor tersendiri di sini.
 

[42] Di-maushul-kan oleh penyusun pada nomor 186.
 

[43] Riwayat mu'allaq ini di-maushul-kan oleh penyusun (Imam Bukhari) pada Kitab ke-4 "al-Wudhu" yang telah disebutkan di muka pada nomor 139.
 

[44] Ini adalah bagian dari hadits yang di-maushul-kan oleh penyusun pada Kitab ke-61 "al-Manaqib" Bab ke25 "Alamaun Nubuwwah fil-Islam".
 

[45] Ini adalah bagian dari hadits Ka'ab bin Malik yang panjang dalam kisah ketertinggalannya (keengganannya) ikut perang dan tobatnya, dan akan disebutkan secara maushul pada bagian-bagian akhir Kitab ke-64 "al-Maghazi", Bab ke-81.
 

[46] Ini adalah bagian dari haditsnya yang panjang tentang Lailatu1-Qadar dan akan disebutkan secara maushul pada Bab ke-134.
 

[47] AI-Hafizh tidak men-takkrij-nya.
 

[48] Di-maushul-kan oleh Abu Ya'la di dalam Musnad-nya dan Ibnu Khuzaimah di dalam Shahih-nya.
 

[49] Di-maushul-kan oleh Abu Dawud dan Ibnu Hibban dengan sanad yang kuat dan telah aku takhrij dalam Shahih Abi Dawud (474).
 

[50] Al-Hafizh berkata, "Yang benar, dia adalah seorang perempuan, yaitu Ummu Mihjan." Kisah lain yang mirip dengan ini terjadi pada seorang laki-laki yang bernama Thalhah ibnul-Barra, diriwayatkan oleh Ibnu Abbas. Silakan periksa pada Kitab ke-23 'al-Janaiz' , Bab ke-5.
 

[51] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Hatim.
 

[52] Di-maushul-kan oleh Ma'mar dengan sanad sahih darinya.
 

[53] Akan disebutkan secara maushul pada Kitab ke-25 'al-Hajj', Bab ke-58.
 

[54] Al-Hafizh menisbatkan atsar ini di dalam kitab al-Libas kepada al-Ismaili dengan catatan sebagai tambahan terhadap riwayatnya pada akhir hadits yang sebelumnya, seakan-akan kehadirannya memang tidak di sini di sisi penyusun (Imam Bukhari).
 

[55] Al-Hafizh tidak men-takhrij-nya.
 

[56] Ini adalah bagian dari hadits mu'allaq yang akan disebutkan sesudahnya pada sebagian jalannya dan ia mempunyai saksi (penguat) dan hadits Abu Hurairah yang aku takkrij di dalam al-Ahaditsush Shahihah (206).
 

[57] Hadits ini mu'allaq dan di-maushul-kan oleh Ibrahim al-Harbi di dalam Gharibul Hadits dan Abu Ya'la di dalam Musnad-nya dan lainnya dengan sanad yang kuat, dan telah aku takhrij dalam kitab di atas (al-Ahaditsush Shahihah).
 

[58] Tampaknya yang dimaksud dengan perkataan "seperti ini" adalah menjalin jari-jari. Kelengkapan hadits sebagaimana yang diriwayatkan oleh orang yang kami sebutkan di atas adalah, "Mereka mudah mengobral janji dan amanat serta bersilang sengketa, maka jadinya mereka seperti ini," dan beliau menjalin jari-jari beliau....
 

[59] Riwayat tentang shalat ashar ini didukung oleh riwayat Malik dari jalan Abu Sufyan dari Abu Hurairah dan sudah disebutkan pada hadits mu'allaq pada nomor 86.
 

[60] Maksudnya boleh jadi, mereka bertanya kepada Ibnu Sirin yang meriwayatkan hadits ini dari Abu Hurairah, "Apakah dalam hadits itu diceritakan: Kemudian beliau salam?" Ibnu Sirin lalu menjawab, "Kami mendapat informasi...." Silakan periksa al-Fath.
 

[61] Sebuah perkampungan yang jaraknya dari Ruwaitsah sejauh 10 atau 14 mil.

 

[62] Bukit yang terletak di pertemuan jalan Madinah dan Syam, dekat Juhfah.
 

[63] Suatu lembah yang oleh masyarakat umum disebut dengan Bathn Muruw, yang jaraknya dengan Mekah sejauh 16 mil.
 

[64] Jamak dari Shafia', sebuah tempat yang terletak sesudah Zhahran.
 

[65] Suatu tempat di sebelah pintu Ka'bah yang disukai orang yang hendak masuk Mekah agar mandi di situ. Masalah mandi ini akan disebutkan dalam hadits Ibnu Umar pada Kitab ke-25 "al-Hajj", Bab ke-38.
 

[66] Al-Hafizh berkata, "Masjid-masjid ini sekarang sudah tidak diketahui lagi selain Masjid Dzil Hulaifah. Masjid-masjid yang ada di Rauha' dikenal oleh penduduk sekitar." Aku (al-Albani) berkata, "Menapaktilasi shalat di sana yang dilarang Umar itu bertentangan dengan perbuatan putranya (Ibnu Umar) dan sudah tentu Ibnu Umar lebih tahu karena terdapat riwayat yang menceritakan bahwa dia melihat orang-orang di dalam suatu bepergian lantas mereka bersegera menuju ke suatu tempat, lalu dia bertanya tentang hal itu. Mereka menjawab, 'Nabi Muhammad saw. pernah shalat di situ.' Dia berkata, 'Barangsiapa yang ingin shalat, silakan; dan barangsiapa yang tidak berminat, silakan jalan terus. Sesungguhnya, Ahli Kitab telah rusak karena mereka mengikuti tapak tilas nabi-nabi mereka, lantas menjadikannya gereja-gereja dan biara-biara.'" Aku katakan bahwa ini menunjukkan ilmu dan pengetahuannya radhiyallahu anhu dan Anda dapat menjumpai takkrij atsar ini beserta penjelasan tentang hukum menapaktilasi para nabi dan shalihin di dalam fatwa-fatwaku pada akhir kitab Jaziiratu Failika wa Khuraftu Atsaril Khidhri fiihaa" karya Ustadz Ahmad bin Abdul Aziz al-Hushain, terbitan ad-Darus Salafiyyah, Kuwait, halaman 43-57. Silakan periksa karena masalah ini sangat penting.
 

[67] Yakni tempat sujud beliau, dan perkataan al-Asqalani, "Yakni tempat beliau dalam shalat", adalah jauh dari kebenaran. Karena, tidak mungkin beliau biasa bersujud dalam jarak seperti ini. Kecuali, kalau dikatakan bahwa beliau mundur ketika sujud. Sebagian golongan Malikiah berpendapat seperti ini. Tetapi, pendapat ini ditentang oleh Abul Hasan as-Sindi rahimahullah. Di antara yang mendukung pendapat ini ialah kalau Rasulullah berdiri dalam jarak yang demikian dekat dengan dinding itu, sudah tentu jarak shaf yang ada di belakang beliau sekitar tiga bahu. Ini bertentangan dengan Sunnah dalam merapatkan barisan, dan bertentangan dengan sabda beliau, 'Berdekat-dekatanlah kamu di antara shaf-shaf." Hadits ini adalah sahih dan kami takhrij dalam Shahih Abi Dawud (673). Pendapat itu juga bertentangan dengan hadits Ibnu Umar yang tercantum pada nomor 283 akan datang.
 

[68] Saya katakan, "Riwayat ini menurut pendapat saya lebih sah sanadnya daripada yang pertama. Di dalam riwayat ini tidak terdapat kemusykilan seperti pada riwayat yang pertama. Riwayat ini didukung oleh hadits Salamah yang disebutkan sesudahnya. Bahkan, riwayat yang pertama itu syadz 'ganjil' sebagaimana saya jelaskan dalam Shahih Abi Dawud (693)."
 

[69] Al-Mihlab berkata, "Di antara dinding dengan mimbar masjid terdapat kesunnahan yang perlu diikuti mengenai tempat mimbar, agar dapat dimasuki dari tempat itu."
 

[70] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah dan al-Humaidi dari jalan Hamdan dari Umar. Demikian penjelasan dalam Asy-Syarh.
 

[71] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah juga dari jalan Muawiyah bin Qurrah bin Iyas al-Muzani, dari ayahnya, seorang sahabat, katanya, "Umar pernah melihat aku ketika aku sedang shalat..." Lalu ia menyebutkan seperti riwayat di atas.
 

[72] Al-Hafizh tidak melihatnya dari Utsman, melainkan dari Umar. Diriwayatkan oleh Abdur Razzaq (2396), dan Ibnu Abi Syaibah dan lain-lainnya dari jalan Hilal bin Yasaf dari Umar yang melarang hal itu. Perawi-perawinya tepercaya, tetapi isnadnya munqathi' 'terputus', Hilal tidak mendapati zaman Umar. Saya (Al-Albani) berkata, "Adapun hadits yang sering diucapkan oleh sebagian imam masjid di Damsyiq dengan lafal, "Maa aflaha wajhun shallaa ilaihi", maka saya tidak mengetahui asal-usulnya."

 

Sumber: Ringkasan Shahih Bukhari - M. Nashiruddin Al-Albani - Gema Insani Press

Read More

Terima kasih atas komentar anda :-)

Categories

Games Kimia (147) KIMIA MULTIMEDIA (137) MEDIA PEMBELAJARAN (128) INFO PENDIDIKAN (92) BUKU KIMIA (88) Blogger (74) PRAKTIKUM (68) VIDEO (53) Modul Media (50) Modul (44) SOAL KIMIA (42) Kemdikbud (39) Rumah Belajar (39) Laboratorium (38) Pusdatin (37) SRBRiau2020 (33) Tip Trik Media Pembelajaran (30) DRB Riau (22) PERCOBAAN KIMIA SEDERHANA (22) Diklat Online (20) #pembatiklevel4 #sahabatteknologi2023 #MerdekaBelajar #PlatformMerdekaMengajar #SahabatTeknologi #PembaTIK2023 #PembaTIKLevel4 (19) BUKU KOMPUTER (19) INFO (18) IPTEK (18) PembatikLevel4 (18) SRB Riau (12) LOMBA (11) PembaTIK2022 (11) Diklat Guru NgeBlog (10) Karya Ilmiah (9) DutaRumahBelajar2022 (8) PusdatinKemendikbudristek. PembaTIK2022 (8) RumahBelajar2022 (8) SRBRiau2022 (8) Kurikulum 2013 (7) MULTIMEDIA (7) PROGRAM KEAHLIAN GANDA (7) Assemblr (6) IGI (6) Kurikulum (6) assemblredu (6) BerbagiTIK (5) FORTOFOLIO TUGAS SISWA (4) INDITIK (4) Kelas X (4) Materi (4) PusdatinKemendikbudristek (4) assemblrworld (4) AGENDA IGI (3) DutaRumahBelajar2021 (3) PembaTIK2021 (3) RumahBelajar2021 (3) SOAL ONLINE (3) AR (2) Buku (2) HUMOR KIMIA (2) KUMPULAN TUGAS SISWA (2) PRESTASI (2) PUISI (2) PusdatinKemendikbudristek. (2) TTS KIMIA (2) belajar.id (2) 3D (1) Akun Belajar (1) Akun Pembelajaran (1) Animasi (1) Dinas Pendidikan (1) DiseminasiTOT (1) GWE (1) GuruInovati (1) MIEE (1) Menulis Rumus Kimia (1) Microsoft365 (1) Office365 (1) PusdatinKemendikbudristek. PembaTIK2021 (1) Refo (1) Riau (1) SMK (1) Soal (1) TRAINER IT (1) TV_Edukasi (1) Tokoh Ilmuwan (1) Trainer (1)

Salam Guraruers

Salam Guraruers
Tri GP : @gurukimiaasyik

My Data

About Me

One Teacher One Blog

Komunitas Sejuta Guru NgeBlog

Komunitas Sejuta Guru NgeBlog
Join us soon :)

I'm Blogger

I'm Blogger
@gurukimiaasyik
Designed ByBlogger Templates